LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN HERPES SIMPLEX
Oleh
KELOMPOK 4
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Herpes
simpleks virus telah terdapat di mana-mana, agen virus patogen yang
teradaptasi menyebabkan berbagai kondisi penyakit. Terdapat 2 jenis virus
herpes simplex, yaitu : virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dan tipe 2 (HSV-2). Keduanya erat
terkait tetapi berbeda dalam epidemiologi. HSV-1
secara tradisional dikaitkan dengan penyakit orofasial, sedangkan HSV-2 secara tradisional dikaitkan dengan penyakit kelamin. Namun, lokasi lesi tidak
selalu menunjukkan jenis virus.
Sekitar
80% dari herpes
simpleks infeksi tidak
menunjukkan gejala. Infeksi simtomatik
dapat ditandai dengan morbiditas yang signifikan dan kekambuhan. Dalam immunocompromised
host, infeksi dapat
menyebabkan komplikasi yang mengancam
jiwa.
Prevalensi
infeksi HSV di
seluruh dunia telah meningkat selama beberapa dekade terakhir, membuatnya menjadi masalah kesehatan
masyarakat utama. Pengakuan
Prompt infeksi herpes
simpleks dan inisiasi
awal terapi yang sangat penting dalam
pengelolaan penyakit.
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka laporan ini disusun untuk membahas mengenai konsep
dasar medis dan konsep dasar keperawatan untuk kasus penyakit herpes simplex.
B. Tujuan
1.
Mampu memahami definisi herpes simplex
2.
Mampu menjelaskan etiologi dari herpes simplex
3.
Mampu menjelaskan patofisiologi dari herpes simplex
4.
Mampu menyebutkan manifestasi klinis dari herpes
simplex
5.
Mampu menyebutkan pemeriksaan diagnostik dari herpes
simplex
6.
Mampu menyebutkan penatalaksanaan medis untuk herpes
simplex
7.
Mampu menyebutkan pencegahan untuk herpes simplex
8.
Mampu menyebutkan komplikasi dari herpes simplex
9.
Mampu menjelaskan prognosis untuk herpes simplex
10. Mampu
menjelaskan pengkajian untuk herpes simplex
11. Mampu
menyebutkan diagnosa keperawatan untuk herpes simplex
12. Mampu
menyebutkan intervensi keperawatan untuk herpes simplex
13. Mampu menjelaskan
pathway dan penyimpangan KDM untuk herpes simplex
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Konsep Dasar Medis
1.
Definisi
Herpes simplex adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya
vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah
dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun
rekurens.
Herpes simpleks disebut juga fever blaster, cold score, herpes febrilis,
herpes labialis, herpes progenitalis (genitalis).
Dalam herpes simplek dibedakan
menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan imunologis dan klinisnya yaitu
a.
Virus herpes simpleks tipe I
Merupakan infeksi yang paling benyak ditemukan pada
masa kanak-kanak. Biasanya ditransmisi melalui kontak sekresi oral dan
menyebabkan cold sores dan fever blisters.
b.
Virus herpes simpleks tipe 2
Biasanya terjadi setelah puber seiring aktivitas
sexual meningkat. Dan di transmisikan terutama melalui kontak dengan sekresi
genetalia.
2.
Etiologi
Penyebab Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes simpleks:
a.
Virus Herpes Simpleks Tipe I (HSV
I)
Penyakit
kulit/selaput lendir yang ditimbulkan
biasanya disebut herpes simpleks saja, atau dengan nama lain herpes labialis,
herpesfebrilis.
Biasanya penderita terinfeksi virus ini pada usia kanak-kanak melalui udara dan
sebagian kecil melalui kontak
langsung seperti ciuman, sentuhan atau memakai baju/handuk mandi bersama. Lesi
umumnya dijumpai pada tubuh bagian atas termasuk mata dengan rongga mulut, hidung dan pipi; selain itu, dapat
juga dijumpai di daerah genitalia, yang penularannya lewat koitusoro
genital (oral sex).
b.
Virus Herpes Simpleks Tipe II
(HSV II)
Penyakit
ditularkan melalui
hubungan seksual, tetapi dapat juga terjadi tanpa koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian tubuh di bawah
pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstra-genital dapat pula terjadi akibat
hubungan seksualorogenital.
3. Patofisiologi
Virus herpes simpleks disebarkan melalui kontak
langsung antara virus dengan mukosa
atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes simpleks tidak dapat hidup di luar
lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak langsung kecil kemungkinannya terjadi. Virus
herpes simpleks memiliki kemampuan untuk menginvasi beragam sel melalui fusi
langsung dengan membran sel. Pada infeksi aktif primer, virus menginvasi sel
pejamu dan cepat berkembang dengan biak, menghancurkan sel pejamu dan
melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi sel-sel disekitarnya. Pada
infeksi aktif primer, virus menyebar melalui
saluran limfe ke kelenjar limfe regional
dan menyebabkan limfadenopati.
Tubuh melakukan respon imun seluler dan
humoral yang menahan infeksi tetapi
tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah infeksi awal timbul fase
laten. Selama masa ini virus masuk ke dalam sel-sel sensorik yang mempersarafi daerah yang terinfeksi dan
bermigrasi disepanjang akson untuk
bersembunyi di dalam ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa menimbulkan sitotoksisitas
atau gejala pada manusia.
4. Manifestasi
Klinis
Secara umum
gejala klinik infeksi virus herpes
simpleks dapat dibagi dalam 2 bentuk yaitu :
a.
Infeksi primer , yang
biasanya disertai gejala ( simtomatik ) meskipun dapat pula tanpa gejala (
asimtomatik ). Keadaan tanpa gejala kemungkinan karena adanya imunitas tertentu
dari antibodi yang bereaksi silang dan diperoleh setelah menderita infeksi tipe
1 saat anak-anak. Masa inkubasi yang khas selama 3 – 6 hari ( masa inkubasi
terpendek yang pernah ditemukan 48 jam ) yang diikuti dengan erupsi papuler
dengan rasa gatal, atau pegal-pegal yang kemudian menjadi nyeri dan pembentukan
vesikel dengan lesi vulva dan perineum yang multipel dan dapat menyatu.
Adenopati
inguinalis yang bisa menjadi sangat parah. Gejala sistemik mirip influenza yang
bersifat sepintas sering ditemukan dan mungkin disebabkan oleh viremia. Vesikel
yang terbentuk pada perineum dan vulva mudah terkena trauma dan dapat terjadi
ulserasi serta terjangkit infeksi sekunder. Lesi pada vulva cenderung
menimbulkan nyeri yang hebat dan dapat mengakibatkan disabilitas yang berat.
Retensi urin dapat terjadi karena rasa nyeri yang ditimbulkan ketika buang air
kecil atau terkenanya nervus sakralis. Dalam waktu 2 – 4 minggu, semua keluhan
dan gejala infeksi akan menghilang tetapi dapat kambuh lagi karena terjadinya
reaktivasi virus dari ganglion saraf. Kelainan pada serviks sering ditemukan
pada infeksi primer dan dapat memperlihatkan inflamasi serta ulserasi atau
tidak menimbulkan gejala klinis.
b.
Infeksi rekuren, Setelah
infeksi mukokutaneus yang primer, pertikel-partikel virus akan menyerang
sejumlah ganglion saraf yang berhubungan dan menimbulkan infeksi laten yang berlangsung
lama. Infeksi laten dimana partikel-partikel virus terdapat dalam ganglion
saraf secara berkala akan terputus oleh reaktivasi virus yang disebut infeksi
rekuren yang mengakibatkan infeksi yang asimtomatik secara klinis ( pelepasan
virus ) dengan atau tanpa lesi yang simtomatik. Lesi ini umumnya tidak banyak,
tidak begitu nyeri serta melepaskan virus untuk periode waktu yang lebih
singkat (2 – 5 hari) dibandingkan dengan yang terjadi pada infeksi primer, dan
secara khas akan timbul lagi pada lokasi yang sama. Walaupun sering terlihat
pada infeksi primer, infeksi serviks tidak begitu sering terjadi pada infeksi
yang rekuren.
c.
Infeksi primer pada ibu
dapat menular pada janin, meskipun jarang, melalui plasenta atau lewat
korioamnion yang utuh dan dapat menyebabkan abortus spontan, prematuritas,
ataupun kelainan kongenital dengan gejala mirip infeksi pada sitomegalovirus seperti mikrosefali, korioretinitis, IUGR.
Janin hampir selalu terinfeksi oleh virus yang dilepaskan dari serviks atau
traktus genitalis bawah setelah ketuban pecah atau saat bayi dilahirkan.
Infeksi herpes pada bayi baru lahir mempunyai salah satu dari ketiga bentuk
berikut ini :
1)
Disseminata ( 70 % ),
menyerang berbagai organ penting seperti otak, paru. Hepar, adrenal, dan
lain-lain dengan kematian lebih dari 50 % yang disebabkan DIC atau pneumonitis,
dan yang berhasil hidup sering menderita kerusakan otak. Sebagian besar bayi
yang terserang bayi prematur.
2)
Lokalisata ( 15 % )
dengan gejala pada mata, kulit dan otak dengan kematian lebih rendah dibanding
bentuk disseminata, tetapi bila tidak diobati 75 % akan menyebar dan menjadi
bentuk disseminata yang fatal. Bentuk ini sering berakhir dengan kebutaan dan
30 % disertai kelainan neurologis.
3)
Asimtomatik hanya
terjadi pada sebagian kecil penderita herpes neonatal.
5. Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Pemeriksaan serologi (STS) dan pemeriksaan dengan
mikroskop lapang gelap untuk menyampingkan sifilis.
b.
Pemeriksaan Laboratorium lain:
1)
Menemukan badan inklusi pada sediaan apus cairan
vesikel yang dicat dengan giemsa (Tzank Test). Atau dilakukan pemeriksaan
sitologi sesudah fiksasi dengan alcohol dan pengecetan Papanicolaou digunakan
sebagai cara yang cepat untuk mendiagnosis eksaserbasi klinis, dan sediaan apus
yang diambil memperlihatkan lesi dengan sel-sel multinucleus yang besar dan
badan inklusi virus yang eosinofilik. Metode ini dibatasi oleh spesifisitas dan
sensitivitasnya. Namun, teknik pengecatan imunoperoksidase dan pemeriksaan
ELISA (enzyme-linked immudosorbent assay) pernah dievaluasi bahwa pembuatan
diagnosis lebih cepat dari sediaan apus, tetapi teknik ini tidak banyak dipakai
selama kehamilan.
2)
Elektromikroskop: untuk melihat morfologi virus
3)
Serologi: menentukan jenis antibibodi spesifik
4)
Pemeriksaan immunofluoresen: menentukan antigen virus dan jenis
imunoglobulinnya dengan hasil Ig G maupun komplemen c3 mengendap disepanjang
zona membran basalis
5)
Pemeriksaan histopatologi
6)
Biakan virus pada membran chorio alantois ( CAM ) atau
tissue culture. Metode ini merupakan cara yang paling optimal untuk memastikan
infeksi yang terlihat secara klinis dan eksaserbasi yang asimtomatik. Dan pada
eksaserbasi yang simtomatik lebih dari separuh pemeriksaan kultur akan memberikan
hasil yang positif setelah 48 jam, namun pada eksaserbasi yang asimtomatik,
diperlukan waktu yang lebih lama lagi sebelum terlihat efek sitopatik mengingat
titer virus yang lebih rendah.
6. Penatalaksanaan
Medis
a.
Mencegah
infeksi:
1)
Penyuluhan
2)
Meningkatkan kebersihan perawatan bayi terutama untuk
infeksi herpes orolabial dan mata.
3)
Untuk infeksi genital tidak melakukan hubungan seksual
dengan pasangan yang beresiko tinggi.
4)
Untuk wanita lain, pada ibu dengan infeksi primer
dianjurkan untuk tidak hamil pada 1 sampai 2 bulan pertama.
5)
Pemeriksaan sitologi teratur pada wanita hamil dengan
infeksi herpes simpleks terutama menjelang persalinan.
6)
Dilakukan
operasi SC bila ditemukan lesi aktif maupun pelepasan virus.
7)
Imunisasi
a)
Secara aktif
non spesifik
Diberikan vaksinasi dengan vaksin small pox, polio sabin dan BCG. Tidak
dianjurkan karena tidak terjadi imunitas silang.
b)
Secara aktif
spesifik
Vaksin mengandung antigen herpes simpleks yang telah di inaktifkan dengan
pemanasan 58 derajat celcius yang diperoleh dari CMA. Ada 2 macam vaksin:
i.
Lupidon H:
untuk herpes labialis (HSV tipe 1)
ii.
Lupidon G:
untuk herpes genetalis (HSV tipe 2)
Vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil dan penderita yang
alergi dengan Lupidon G, dapat diberikan kimbinasi Lupidon H dan lupidon G.
c)
Imunisasi
secara pasif
Pemberian gamma-globulin dan interferon
d)
Stimulator
imunologi:levamisol
Bersifat antiviral pada kulur jaringan dan hewan stimulasi CMI bisa
memberikan efek toksis
b.
Mencegah
kekambuhan
Menghilangkan atau mengurangi faktor pencetus dengan memberikan pengarahan serta mengobati infeksi.
Meningkatkan daya tahan tubuh penderita dengan perbaikan kondisi tubuh
maupun obat-obat anti virus seperti valaciclovir dan acyclovir.
Bila terdapat infeksi sekunder sebaiknya diberikan obat-obat yang tidak
memberikan masking effect terhadap sifilis, misalnya cotrimoksasol dan
streptomisin.
c. Pengobatan
Secara topikal Obat-obat yang
sering dipakai:
1) Povidon-iodin
a) Antiseptik
b) Hati-hati pada wanita hamil karena bisa menimbulkan goiter (gondok) pada
bayi.
2) Idoksuridin ( IDU )
a) Bersifat menekan sintesis DNA virus dan herpes, jadi menghambat replikasi
virus
b) IDU 10-40% dalam DMSO (dimetil sulfoksida) lebih baik, tapi jangan lebih
dari empat hari karena DMSO dapat menimbulkan maserasi.
c) Tidak dapat diberikan secara sistemik karena bersifat toksis
d) HERPID adalah 5% IDU dalam100% DMSO
3) Sitosin arabinosida/cytarabine
Menekan sintesis DNA virus dan hospes
4) Adenin arabinosida/vidarabine
Menekankan sintesis DNA hospes dan polimerasi DNA virus
5) Bahan-bahan pelarut organis
a) Alkohol 70%:
bersifat mengeringkan, untuk stadium vesikel
i. Eter: Melarutkan lipid envelope sehingga partikel virus didapatkan ekstra
sel
ii. Bersifat krustasi lokal
iii. Sebelum vesikel dipecahkan dan kemudian dioleskan
iv. Kurang menyebabkan iritasi dan bersifat anestesi lokal
b)
Timol 4% dalam
kloroform
i.
mempercepat
krustasi
ii.
bersifat
anestesi lokal dan mencegah infeksi sekunder
iii. virusidal terhadap virus yang envelope nya mengandung lipid
6) Kortikosteroid (prednison 40-60 mg/hari
a)
Anti inflamasi
lokal tidak spesifik
b)
Mempercepat
redanya peradangan
c)
Dapat diberikan
pada staduim dini dengan edema yang hebat dalam bentuk lotio hydrocortison 1%
7)
Inaktifasi
fotodinamik dan larutan zat warna seperti methylen blue, neutral red atau flavine
a)
Zat warna
mengikat virus DNA dan dengan penyinaran akan merusak dan menginaktivasi virus
b)
Secara sistemik: Pemberian obat antiviral
i.
vidarabine/ara A: pemberian secara I.V terutama untuk penyembuhan komlikasi
seperti herpetic enchepalitis
ii.
acycloguanosine:
spesifik untuk kelompok virus herpes, tinggi efektifitasnya untuk corneal ulcus
8)
Lignocain 1-2%
dalam bentuk gel untuk menghilangkan rasa nyeri pada daerah lesi
7.
Pencegahan
Karena
kemungkinan tertular penyakit ini meningkat dengan jumlah pasangan seksual
seseorang, membatasi jumlah pasangan adalah langkah pertama menuju pencegahan.
Untuk menjaga dari penyebaran herpes, kontak intim harus dihindari ketika luka
pada tubuh. Gatal, terbakar atau kesemutan mungkin terjadi sebelum luka
berkembang. Hubungan seksual harus dihindari selama waktu ini. Herpes bahkan
dapat menyebar ketika tidak ada luka atau gejala. Untuk meminimalkan risiko
penyebaran herpes, kondom lateks harus digunakan selama semua kontak seksual.
Busa spermisida dan jeli mungkin menawarkan perlindungan tambahan meskipun
bukti mengenai hal ini kontroversial. Virus herpes juga dapat menyebar dengan
menyentuh luka dan kemudian menyentuh bagian lain dari tubuh. Jika Anda
menyentuh luka, cuci tangan Anda dengan sabun dan air sesegera mungkin. Juga,
tidak berbagi handuk atau pakaian dengan siapa pun.
8.
Komplikasi
Komplikasi yang paling signifikan dari HSV adalah ensefalitis, meupakan
kasus fatal sekitar 60-80%. HSV dapat muncul sebagai penyakit menular seperti
pneumonia, colitis, atau esofagitis pada pasien AIDS. Infeksi primer atau
rekuren selama hamil dapat menimbulkan infeksi congenital janin dan bayi baru
lahir. Komplikasi dapat berupa infeksi lokal sampai dengan kelainan dan kadang
meninggal.
Komplikasi
herpes simpleks genitalis dapat berupa perluasan
lesi lokal dan penyebaran virus ke lokasi ekstragenital,
susunan saraf pusat dan bahkan bisa juga
terjadi superinfeksi jamur. Pada pria dapat terjadi impotensia. Infeksi menyeluruh bisa terjadi pada
toraks dan ekstremitas, penyebaran mukokutan pada pasien dengan dermatitis atopik atau kehamilan
9. Prognosis
Selama
pencegahan rekurens masih merupakan problem , hal tersebut secara psikologik
akan memberatkan penderita. Pengobatan secara dini dan tepat memberi prognosis
yang lebih baik, yakni masa penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurens
lebih jarang. Pada orang dengan gangguan imunitas , misalnya pada
penyakit-penyakit dengan tumor di sistem retikuloendotelial, pengobatan dengan
imunosupresan yang lama atau fisik yang sangat lemah, menyebabkan infeksi ini
dapat menyebar ke alat-alat dalam dan dapat fatal. Prognosis akan lebih
baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa. (Adhi Djuanda, 2007: 383.)
B. Konsep
Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Dapat terjadi pada semua orang di
semua umur; sering terjadi pada remaja dandewasa muda, jenis kelamin; dapat
terjadi pada pria dan wanita, pekerjaan: beresiko tinggi pada penjajak seks
komersial
b.
Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan
penderita datang ke tempat pelayanankesehatan adalah nyeri pada lesi yang
timbul.
c.
Riwayat penyakit sekarang
1)
Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien.
2)
Pada beberapa kasus,timbul lesi/vesikel perkelompok
pada penderita yang mengalami demam ataupenyakit yang disertai peningkatan suhu
tubuh atau pada penderita yangmengalami trauma fisik maupun psikis.
3)
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada
aera kulit yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi hebat.
d.
Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien
yang pernah mengalami penyakit herpes simplek atau memiliki riwayat penyakit
seperti ini.
e.
Riwayat penyakit keluarga
Ada anggota keluarga atau teman
dekat yang terinfeksi virus ini.
f.
Kebutuhan psikososial
Klien dengan penyakit kulit,
terutama yang lesinya berada pada bagian mukaatau yang dapat dilihat oleh
orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri. Hal itu meliputi perubahan
citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri,penampilan peran, atau
identitas diri.
Reaksi yang mungkin timbul adalah:
1)
Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian
tubuh.
2)
Menarik diri dari kontak sosial.
3)
Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.
g.
Kebiasaan sehari-hari
Dengan adanya nyeri, kebiasaan
sehari-hari klien juga dapat mengalami gangguan, terutama untuk istirahat/tidur
dan aktivitas. Terjadi gangguan BAB dan BAK pada herpes simpleks genitalis.
Penyakit ini sering diderita olehklien yang mempunyai kebiasaan menggunakan
alat-alat pribadi secara bersama-sama atau klien yang mempunyai kebiasaan
melakukan hubungan seksual dengan berganti ganti pasangan.
h.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien bergantung pada
luas, lokasi timbulnya lesi, dandaya tahan tubuh klien. Pada kondisi awal/saat
proses peradangan,dapat terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan
tanda-tanda vital yang lain.
Pada pengkajian kulit,ditemukan
adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,edema di sekitar lesi,dan
dapat pula timbul ulkus pada infeksisekunder.
Perhatikan mukosa mulut, hidung, dan
penglihatan klien. Pada pemeriksaan
genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah bagian glans penis,
batang penis, uretra, dan daerah anus.
Sedangkan pada wanita,daerah yang
perlu diperhatikan adalah labia mayora dan minora, klitoris, introitus vagina,
dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas,warna, dan
keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanyapembesaran; pada
beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limferegional.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita
dapat mengkaji respon individuterhadap nyeri akut secara fisiologis atau
melalui respon perilaku.
Secara fisiologis,terjadi
diaphoresis, peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan
peningkatan tekanan darah; pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis,
merintih, atau marah. Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala nyeri
0-10 untuk orang dewasa.
Untuk anak-anak, pilih skala yang
sesuai dengan usia perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah untuk
mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan
2. Diagnosa
Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan penyakit (infeksi
herpes simpleks genitalis) ditandai dengan suhu tubuh > 37,50C,
kulit kemerahan, kulit teraba hangat
b. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologis ditandai dengan adanya
ulkus superfisial di area genital.
c. Nyeri
akut berhubungan dengan perubahan agen cedera biologis (herpes simpleks)
d. Risiko infeksi (sekunder) berhubungan dengan
pertahanan tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh)
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan
ketidaknyamanan fisik (gatal dan nyeri pada lesi herpes simpleks) ditandai
dengan mengantuk disiang hari, malaise, lesu, iritabilitas
f. Gangguan
body image berhubungan dengan penyakit (krusta akibat lesi herpes simpleks)
ditandai dengan pandangan negatif tentang tubuh, perubahan actual pada struktur
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan ditandai dengan gelisah, khawatir
h. Defisiensi pengetahuan mengenai proses penyakit,
pengobatan, dan pencegahan kekambuhan infeksi Herpes Simpleks Genitalia
berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi ditandai dengan pengungkapan
masalah mengenai ketidaktahuan tentang penyakit, ketidakakuratan mengikuti
perintah pengobatan dan pencegahan (sering terjadi rekurensi infeksi).
3. Intervensi
Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan penyakit (infeksi
herpes simpleks genitalis) ditandai dengan suhu tubuh > 37,50C,
kulit kemerahan, kulit teraba hangat
Tujuan: setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam suhu badan anak dalam batas
normal
Intervensi:
1. Ukur
suhu badan anak setiap 4 jam
Rasional: suhu 38,9 – 41,1 menunjukkan proses
penyakit infeksius
2. Pantau
suhu lingkungan
Rasional: Untuk mempertahankan suhu badan mendekati
normal
3. Berikan
kompres hangat
Rasional: Untuk mengurangi demam
4. Berikan
selimut pendingin
Rasional: Untuk mengurangi demam lebih dari 39,5 0C
5. Kolaborasi
dengan tim medis : pemberian antipiretik
Rasional: Untuk emngurangi demam
dengan aksi sentralnya di hipotalamus
b. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologis ditandai dengan adanya
ulkus superfisial di area genital.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama .... x 24 jam Kerusakan integritas kulit teratasi dengan
kriteria hasil :
-
Kulit menjadi sehat
-
Friksi bisa terhindari
-
Cedera bisa terhindari
-
Kulit bisa terhindari dari sinar UV
berlebihan
Intervensi:
1. Kaji
ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar
luka
Rasional: Memberikan info dasar tentang kebutuhan
penanam
kulit dan kemungkinan petunjuk tenang
sirkulasi pada
area grafitasi
2. Berikan
perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi
Rasional: Menyiapkan jaringan untuk penanam dan
menurunkan
resiko infeksi
3. Lakukan
mamase dengan lembut kulit sekitar area yang sakit
Rasional: Merangsang sirkulasi
c. Nyeri
akut berhubungan dengan perubahan agen cedera biologis (herpes simpleks)
Tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama .... x 24 jam Nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria
hasil:
-
Klien mengatakan bahwa nyeri hilang atau
berkurang
-
Klien tampak tidak meringis
-
Klien tampak rileks
Intervensi:
1. Kaji
keluhan nyeri, perhatika lokasi atau karakteristik dan intensitas
Rasional: Nyeri hampis selalu ada
pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan atau kerusakan tapi
biasanya paling berat selama pergantian balutan dan debridemen. Perubahan
lokasi atau karakteristik atau intensitas nyeri dapat mengindikasikan
terjadinya komplikasi
2. Ubah
posisi sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi
Rasional: Gerakan dan latihan
menurunkan kekakuan sendi dan kelelahan otot tapi tipe latihan tergantung pada
lokasi dan luas cedera
3. Pertahankan
suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup tubuh hangat
Rasional: Pengeturan tubuh dapat mencegah menggigil
4. Kolaborasi
pemberian analgesik
Rasional: Mengurangi nyeri
d. Risiko infeksi (sekunder) berhubungan dengan
pertahanan tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh)
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam, dengan kriteria hasil :
-
Penyembuhan luka berjalan baik
-
Tidak ada tanda infeksi seperti eritema,
demam,
-
Tekanan darah >90/60 mmHg
-
Nadi < 100x/menit dengan pola dan
kedalaman normal
Intervensi:
a. Kaji
dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi hebat
Rasional: Nyeri berlebihan menunjukkan tanda
inflamasi dan
infeksi
b. Awasi
dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya pernapasan cepat
dan dangkal
Rasional: Sebagai data dasar untuk penetuan intervensi selanjutnya
c. Lakukan
perawatan luka dengan tehnik aseptic
Rasional: Mengurangi resiko terjadinya infeksi
d. Lihat
insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain, eritema
Rasional: Karakteristik luka sebagai data dasar penentuan diagnosa
dan
intervensi selanjutnya
e. Kolaborasi:
antibiotik
Rasional: Untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan
ketidaknyamanan fisik (gatal dan nyeri pada lesi herpes simpleks) ditandai
dengan mengantuk disiang hari, malaise, lesu, iritabilitas
Tujuan: setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam Ganguan pola tidur teratasi dengan kriteria hasil :
-
Klien
dapat beristirahat/ tidur diantara gangguan
-
Melaporkan
peningkatan rasa sehat dan merasa dapat istirahat
Intervensi :
1.
Tentukan
kebiasaan tidur biasanya dan peubahan yang terjadi
Rasional : mengkaji perlunya dan
mengidentifikasi intervensi yang tepat
2.
Berikan
tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi
Rasional : meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan
psikologis
3. Instruksikan tindakan relaksasi
Rasional : membantu menginduksi
tidur
4. Kurangi kebisingan dan lampu
Rasional : memberikan situasi
kondusif untuk tidur
5. Kolaborasi pemberian sedatif, jika
perlu
Rasional : mungkin diberikan untuk
membantu pasien tidur/ istirahat selama periode transisi
f. Gangguan
body image berhubungan dengan penyakit (krusta akibat lesi herpes simpleks)
ditandai dengan pandangan negatif tentang tubuh, perubahan actual pada struktur
Tujuan: setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama .... x 24 jam Ganguan citra tubuh teratasi dengan kriteria
hasil :
-
klien tidak mengalami gangguan citra
diri
-
klien memahami kondisi kulitnya
-
Klien lebih merasa nyaman
-
klien tidak merasa takut lagi
-
klien bisa menilai diri dan mengenali
masalahnya
intervensi:
1. Kaji
adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri
sendiri.)
Rasional: Gangguan citra diri akan
menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang
terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
2. Identifikasi
stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara
stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap
kondisi kulitnya.
3. Berikan
kesempatan pengungkapan perasaan
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan
dan dipahami.
4. Nilai
rasa keprihatinan dan ketakutan klien
Rasional: Memberikan kesempatan
pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi
5. Bantu
klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali
masalahnya.
Rasional: Memulihkan realitas situasi, ketakutan
merusak adaptasi klien .
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan ditandai dengan gelisah, khawatir
Tujuan: : setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam
Ansietas
teratasi dengan kriteria hasil:
Menunjukkan pengendalian diri
terhadap ansietas
Intervensi
:
1. Kaji
dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional
: faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial
siklus ansietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol ansietas.
2. Beri
dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan perasaan
untuk mengeksternalisasikan ansietas.
Rasional
: membantu pasien menurunkan ansietas dan memberikan kesempatan untuk pasien
menerima situasi nyata.
3. Berikan
informasi faktual menyangkut diagnosis, terapi,dan prognosis.
Rasional:
menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/harapan yang akan datang
dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
4. Jelaskan
semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya di alami selama prosedur.
Rasional:
memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat.
Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi,
kerjasama penuh penting untuk keberhasilan hasil setelah prosedur
5. Ajarkan
teknik relaksasi misalnya imajinasi terbinbing, visualisasi.
Rasional
: memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan Ansietas dan meningkatkan proses penyembuhan
6. Kolaborasi
pemberian obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu.
Rasional:
dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan memudahkan istirahat.
h. Defisiensi pengetahuan mengenai proses penyakit,
pengobatan, dan pencegahan kekambuhan infeksi Herpes Simpleks Genitalia
berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi ditandai dengan pengungkapan
masalah mengenai ketidaktahuan tentang penyakit, ketidakakuratan mengikuti
perintah pengobatan dan pencegahan (sering terjadi rekurensi infeksi).
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam
Tingkat
pemahaman yang ditunjukkan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil:
Klien
mampu menyebutkan pengertian, penyebab,tanda dan gejala dan pengobatannya
Intervensi
1. Kaji sejauh
mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
Rasional :
mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.
2. Beri
pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien
Rasional :
supaya pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan penyakitnya.
3. Beri
kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang belum
dimengerti
Rasional :
mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah di beri
penjelasan tantang penyakitnya.
4. Beri
reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat
Rasional :
memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan sakitnya
Daftar Pustaka
Arief, M,
Suprohaita, Wahyu I.W. Wiwiek S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3
jilid : 2. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Djuanda,
Adhi dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Dochterman,
Joanne McCloskey. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC) Fourth
Edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier
Moorhead,
Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. St.
Louis, Missouri: Mosby Elsevier
NANDA Internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit vol 2. Edisi 6. Jakarta: EGC
Smeltzer,
Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner &
Suddarth.Volume 2. Edisi 8. Jakarta : EGC
No comments:
Post a Comment