TUGAS
KELOMPOK
OLEH :
KELOMPOK 2
YUSNA
KURNIA UTAMI MARDAN (70300112001)
MIFTAHUL
ULYA AWALUDDIN (703001120 )
NURFADILLAH
AMIN (703001120 )
RUSDIANA.
M (703001120 )
SALMI
AZIS (703001120 )
MUKARRAMAH (703001120 )
AMBO
SAU (703001120 )
NURRAHMAYANI (70300112023)
PRODI S.1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2013
PATOFISIOLOGI
ASMA
Penyakit asma merupakan
penyakit immunologi yang menyebabkan kesukaran bernafas pada penderitanya.
Penyakit ini merupakan suatu penyakit heterogen yang dipicu oleh beragam sebab,
sampai saat ini belum ada klasifikasi sederhana yang diterima secara luas.
Bagaimanapun, asma biasanya diklasifikasikan menjadi dua katergori utama
berdasarkan ada tidaknya penyakit imun penyebab :
1. Asma
Ekstrinsik, episode asma biasanya disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe
I yang dipicu oleh pajanan ke suatu antigen ekstrinsik seperti tungau, debu,
serbuk sari, spora jamur
2. Asma
Intrinsik, yang mekanisme pemicunya bersifat nonimun. Pada bentuk ini, sejumlah
rangsangan yang kecil atau tidak berefek pada orang normal dapat menyebabkan
bronkospasme pada pasien. Faktor tersebut mencakup latihan/ olahraga,
pencemaran, emosional/stress, makanan (makanan yang biasanya mengandung
histamin), obat-obatan.
Secara umum, asma yang timbul pada awal kehidupan
memiliki komponen alergi (ekstrinsik) yang kuat, sedangkan asma yang timbul
belakangan sering merupakan tipe asma intrinsik.
Pada Asma Ekstrinsik, penderita asma memiliki
kelainan imunologi dimana terjadi hiperreaktifitas pada saluran trakheobronkus
ketika benda asing/alergen seperti tungau, serbuk sari, bulu hewan masuk ke
saluran pernafasan. Dimana prosesnya yaitu, ketika alergen masuk, ia ditangkap
oleh APC (antigen presenting cell) yang kemudian mengirim sinyal kepada
limfosit T dibantu oleh MHC tipe II. Di limfosit T, ada TCR (T Cell Reseptor)
yang menangkap sinyal dari APC tentang adanya alergen. Sel T kemudian
berdiferensiasi membentuk sel Th (T helper) untuk mensekresi interleukin.
Sekresi interleukin merangsang sel B untuk memproduksi IgE. IgE kemudian akan
masuk ke sirkulasi dan berikatan dengan sel mast. Ketika ada paparan kedua oleh
alergen, alergen akan melekat pada sel mast, sehingga membentuk kompleks
alergen, sel mast, dan IgE yang menyebabkan degranulasi sel mast karena
penurunan kadar cAMP. Didalam sel mast terdapat berbagai macam mediator kimia
beserta fungsinya masing-masing. Ketika terjadi degranulasi sel mast, sel mast
melepaskan mediator kimia berupa histamin, prostaglandin, PAF (fosfolipid),
leukotrien dsb. Pelepasan bahan-bahan kimia ini menyebabkan munculnya reaksi
alergi.
Sedangkan pada asma intrinsik, faktor-faktor
pencetusnya antara lain latihan/olahraga, pencemaran/polusi udara,
emosional/stress, makanan, dan obat-obatan. Namun belum diketahui secara pasti
mengenai latihan, emosional menyebabkan bronkokonstriksi. Faktor lain yaitu
pencemaran misalnya polusi udara, dimana udara mengandung berbagai macam karena
udara tersebut mengandung bakteri, spora jamur, virus, polutan inhalan seperti
ozon, sulfur dioksida dan nitrogen dioksida. Zat-zat tersebut meningkatkan
hiperreaktifitas saluran nafas, sehingga menyebabkan infeksi saluran nafas.
Manifestasi klinis dari adanya infeksi ini yaitu batuk, mual, kenaikan suhu
tubuh (hipertermi),dsb. Respon tubuh yang mengalami hipertermi yaitu mekanisme
haus karena dehidrasi. Jika dehidrasi tidak diatasi dengan segera akan
menyebabkan kerusakan integritas kulit misalnya kulit menjadi kering, turgor
kulit, dsb.
Faktor intrinsik lain, misalnya bahan makanan yang
mengandung histamin juga mecetuskan asma, dimana histamin ini sama dengan
histamin yang dilepaskan oleh degranulasi sel mast, yang bermanifestasi pada
peningkatan aktivitas kelenjar mukus respirasi, sehingga produksi mukus didalam
saluran nafas berlebih, kemudian terjadi penumpukan mukus disaluran nafas,
utamanya bronkus. Histamin ini juga bermanifestasi pada aktifasi nosiseptor
pada daerah radang sehingga menimbulkan rasa nyeri ketika bernafas, yang
menjadikan kesulitan bernafas sehingga pola nafas tidak teratur atau terjadi
ketidakefektifan pola nafas.
Selain itu, obat-obatan seperti aspirin dan
antibiotik mencetuskan asma karena obat ini menekan/ menghambat stimulasi β-adrenergik
sehingga meningkatkan metabolisme α-adrenergik. Meningkatnya α-adrenergik
berperan dalam bronkokonstriksi yaitu penyempitan bronkus.
Proses muculnya asma melalui pelepasan
mediator-mediator kimia, yaitu histamin yang meningkatkan produksi mukus sehingga
terjadi penumpukan mukus pada saluran nafas, penumpukan mukus ini akan beresiko
sebagai media tumbuhnya bakteri yang mungkin akan mencetuskan resiko infeksi.
Penumpukan mukus ini juga menyebabkan peningkatan tahanan jalan nafas sehingga
CO2 terperangkap didalam paru sedangkan O2 dari atmosfer kesulitan masuk
kedalam paru. Tertahannya CO2 didalam paru bermanifestasi pada dispnea (sesak
ketika bernafas) sehingga akan mengganggu pola tidur (kebutuhan instirahat
tidur tidak terpenuhi dengan baik). Selain itu, sulitnya O2 masuk ke dalam paru
menyebabkan kekurangan oksigen didalam pembuluh darah (hipoksemia), sehingga
sel dan jaringan juga akan kekurangan oksigen (hipoksia), sedangkan O2 berperan
penting didalam proses metabolisme sel, terganggunya proses metabolisme
menyebabkan absorbsi nutrisi tidak terpenuhi, sehingga nutrisi tubuh kurang
dari kebutuhan normal tubuh. Kurangnya nutrisi menyebabkan rasa lemah, tidak
mampu beraktivitas (gangguan mobilitas fisik, intoleransi aktivitas) yang
menyebabkan defisit perawatan diri.
Prostaglandin yang memicu kontaksi otot polos
bronkus menyebabkan bronkokonstriksi yang juga dibantu oleh konsumsi obat-obat
misalnya aspirin dan antibiotik, latihan/olahraga, dan faktor emosional atau
stress melalui pengaktifan saraf simpatis. Prostaglandin juga berperan
mengganggu fungsi termostat hipotalamus sehingga titik suhu normal tubuh yaitu
36,7 – 37,4 derajat celcius meningkat. Titik suhu tubuh meningkat sedangkan
suhu tubuh sebenarnya normal dianggap rendah oleh tubuh menghasilkan respon
kedinginan/menggigil. Mediator kimia lain yaitu, PAF jenis fosfolipid
mencetuskan respons lepuh dan kulit merah. Serta leukotrien yang mencetuskan
spasme (pembengakakan) otot polos bronkus yang lazim disebut bronkospasme.
Pembengkakan bronkus ini akan menyebabkan perubahan status kesehatan, yang
apabila individu atau keluarga tidak tahu atau kurang informasi tentang gejala
ini akan menyebabkan kecemasan karena mekanisme koping individu tidak efektif
mungkin karena individu tidak siap tentang penyakit yang diderita.
Adanya penumpukan mukus, bronkokonstriksi, dan
bronkospasme merupakan tanda dari ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Hal
ini menyebabkan gangguan pertukaran gas di alveoli karena udara luar yang
mengandung O2 terhalang di bronkus begitupun sebaliknya udara dari dalam paru
yang mengandung CO2 sulit dikeluarkan melalui proses ekspirasi. Sulitnya udara
luar masuk menyebabkan penurunan volume O2 didalam paru dan kapiler atau
hipoksemia terutama di pembuluh darah arteri. Kekurangan ini menimbulkan umpan
balik tubuh untuk meningkatkan aktivitas pernafasan agar kebutuhan O2 terpenuhi
secara efektif. Peningkatan aktifitas pernafasan ini akan semakin meningkatkan
kebutuhan O2 di jantung agar jantung mengalami peningkatan kontraksi, dalam hal
ini meningkatkan denyut nadi (takikardi). Selain itu, peningkatan aktifitas
pernafasan akan memaksakan pengeluaran CO2 melalui saluran sempit sehingga
menimbulkan bunyi mengi.
REFERENSI
Prasetyo,
Budi. 2010. Seputar Masalah Asma.
Jogjakarta : Diva Press
Robbins, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Tambayong, Jan, dr. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suzanne C.Smeltzer, Brenda G.Bare. 2002.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Sylvia A.Price, Lovraine M.Wilson. 2006.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Herdman,
T.Heather, PhD, RN, dkk. 2011. Nanda
Internasional : Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
No comments:
Post a Comment