Friday 21 November 2014

Perawatan Islami : SOP Pendampingan Shalat


Tugas Kelompok
Dosen  pembimbing    : Ir. H. Kasim Saguni, MA

KEPERAWATAN ISLAMI:
SOP PENDAMPINGAN SHALAT






OLEH:
            
             MUSRIVAH                                           (70300112006)
             NURRAHMAYANI                                (70300112023)
             MUKARRAMAH                                   (703001120     )
          
            

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2014





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dampak globalisasi dewasa ini semakin terasa dikalangan masyarakat, hal ini mempengaruhi banyak aspek, salah satunya yaitu perilaku individu. Dalam aspek perilaku ini, sebagai contoh kecendrungan kriminalitas yang meningkat. Peredaran NAPZA yang semakin merajalela, kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya akan menyebabkan masalah yang serius terhadap pembangunan yang berwawasan kesehatan. Contoh lainnya yaitu kemudahan transportasi, komunikasi dan penyebarluasan berbagai informasi berpengaruh juga terhadap penyalahgunaan narkotika, obat psikotropika dan zat adiktif lainnya, penyakit, perilaku seks bebas dan gaya hidup tidak sehat lainnya. Hal ini akan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
Penurunan derajat kesehatan ini menjadikan makin bertambahnya jumlah individu yang sakit. Menurut Mechanic (1992) seseorang yang sedang sakit umumnya  mempunyai perilaku yang meliputi cara seseorang memantau tubuhnya,  mendefinisikan dan menginterprestasikan gejala yang dialaminya dan  melakukan upaya penyembuhan dan menggunakan sistem pelayanan kesehatan (Perry & Potter, 2005). Sistem pelayanan kesehatan yang biasanya dipilih adalah mendatangi Puskesmas, Rumah Sakit atau Klinik Kesehatan.
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan nikmat Allah yang paling berharga dalam kehidupan ini. Dimensi sehat dalam agama Islam bukan semata memberikan panduan bagaimana secara fisik manusia mengupayakan kesehatan jasmaninya melaikan kesehatan rohaninya juga.
Sebagai kaum muslim, kita memiliki kewajiban yang harus dipenuhi, antara lain shalat 5 waktu, berpuasa, bersedekah, berbuat baik kepada sesama mahluk ciptaan Allah Swt. Kewajiban ini hukumnya wajib dan tidak boleh ditinggalkan karena suatu hal tertentu. Terutama shalat 5 waktu.
Dalam hal hospitalisasi, kemungkinan beberapa aktivitas akan terganggu. Sama halnya dengan aktivitas shalat 5 waktu bagi kaum muslim. Islam menekankan bahwa shalat merupakan kewajiban yang harus tetap dikerjakan dalam keadaan bagaimanapun, baik pada waktu sehat maupun dalam keadaan sakit. Orang yang sedang sakit harus tetap melaksanakan salat lima waktu, selama akal dan ingatannya masih normal.


Seperti disebutkan dalam Sabda Rasulullah Saw:
اَلصَّلَاةُ عِمَادُ الدِّيْنِ فَمَنْ اَقَامَهَا فَقَدْ اَقَامَ الدِّيْنِ, وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدِّيْنَ  .رواه البيهقي
Artinya:
 “Salat itu tiang agama, barang siapa mendirikan salat sungguh ia telah mendirikan agama, dan barang siapa yang meninggalkan salat sungguh ia telah meruntuhkan agama.” (HR. Baihaqi)

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana tata cara shalat yang dianjurkan bagi orang sakit?
2.      Bagaimana Hukum tata cara shalat tsb?
3.      Bagaimana Peran Perawat dalam Pendampingan Shalat bagi orang sakit dan dirawat?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit
Ketika seorang muslim meninggal dunia, amal ibadah yang pertama diperiksa dihadapan Allah Swt. Adalah ibadah salatnya. Jika salatnya benar, maka amal ibadah yang lainnya pun akan benar. Dengan demikian, kewajiban melaksanakan salat merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar oleh setiap muslim dimanapun berada.
Rasulullah Saw bersabda:
    اَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ اْلعَبْدُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ الصَّلاَةُ فَاِنْ صَلُحَتْ صَلُحَ سَائِرُ عَمَلِهِ وَاِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ .رواه الطبرانى
Artinya:
“ Amal yang pertama kali akan dihisab untuk seseorang hamba nanti pada hari kiamat ialah salat maka apabila salatnya baik (lengkap) maka baiklah seluruh amalannya yang lain, dan jika salatnya itu rusak (kurang lengkap) maka rusaklah segala amalannya yang lain.” (HR.Tabrani)
Orang yang sedang sakit harus tetap melaksanakan salat lima waktu, selama akal dan ingatannya masih normal. Cara melaksanakannya sesuai dengan kemampuan orang yang sakit tersebut. Jika tidak mampu sambil berdiri, ia boleh salat sambil duduk. Jika tidak mampu sambil duduk, ia boleh salat sambil berbaring.
Rasulullah Saw bersabda:
يُصَلِّ اْلمَرِيْضُ قَاِئمًا اِنِ اسْتَطَاعَ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ صَلَّى قَائِدًا فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ اَنْ يَسْجُدَ اَوْ مَاعَ بِرَأْسِهِ وَجَعَلَ سُجُوْدَهُ اَخْفَضُ مِنْ رُكُوْعِهِ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ اَنْ يُصَلِّيَ قَاِئدًا صَلَّى عَلىَ جَنْبِهِ اْلَايْمَنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ اَنْ يُصَلِّيَ عَلىَ جَنْبِهِ اْلَايْمَنِ صَلَّى مُسْتَلْقِيَارِجْلَاهُ مِمَّا يَلِيَ اْلقِبْلَةَ .رواه الدارقتنى
Artinya:
 “orang yang sakit jika akan mengerjakan salat hendaklah ia berdiri jika mampu, jika ia tidak mampu salat dengan berdiri, hendaklah ia salat dengan duduk, jika tidak mampu duduk, hendaklah ia mengisyaratkan saja dengan kepalanya, tetapi sujudnya lebih rendah dari pada rukuknya. Jika ia tidak mampu salat dengan duduk, hendaklah ia salat dengan berbaring pada lambung sebelah kanan dengan menghadap kiblat. Jika ia tidak mampu salat dengan berbaring pada lambung sebelah kanannya, hendaklah ia salat dengan telentang dan kedua kakinya dihadapkan ke arah kiblat.” (HR. Daruqutni)


1.      Tata Cara Shalat Duduk
Orang sakit yang tidak mampu berdiri maka melakukan sholat wajib dengan duduk, berdasarkan hadits ‘Imrân bin Hushain dan ijma’ para ulama. Ibnu Qudâmah rahimahullah menyatakan, “Para ulama telah ber-ijma’ (bersepakat -ed) bahwa orang yang tidak mampu shalat berdiri maka dibolehkan shalat dengan duduk.
Bagi orang yang salat sambil duduk, bacaannya sama dengan orang yang sehat (sambil berdiri). Yang membedakan adalah keadaannya saja. Berikut ini ada dua cara salat dengan posisi sambil duduk. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berkut ini:
Cara yang Pertama:
Penjelasan:
a.       Ambillah posisi duduk dengan menghadap kiblat seperti duduk diantara dua sujud, kemudian membaca niat untuk mengerjakan salat.
 











b.      Cara mengerjakan rukuknya dengan cara membungkuk sedikit,







c.      Cara mengerjakan sujudnya sama seperti mengerjakan sujud pada salat biasa.
 











Cara yang kedua :
Penjelasan:










a. Menghadap kiblat dan berniat salat fardu sambil duduk,
b. Rukuk dengan meletakkan tangan dilutut (sambil menundukan kepala)
c. Sujud dengan cara membungkukan kepala dan badan

2.      Tata Cara Shalat Berbaring
Bagi orang yang sedang sakit parah  dan tidak mampu salat dengan duduk, ia diperbolehkan salat sambil berbaring dengan cara sebagai berikut:




 









Penjelasan:
a.       Dua kaki diarahkan ke kiblat . kepala ditinggikan dengan alas bantal dan mukanya diarahkan ke kiblat. Selanjutnya berniat lalu bertakbiratulihram dengan mengangkat tangan,
b.      Bersedekap, kemudian membaca do’a iftitah dan seterusnya seperti bacaan salat biasa, rukuk dan sujud cukup dengan isyarat,
c.       Tahiyat awal dan akhir dilakukan sesuai kemampuan atau dengan isyarat. Kedua tangan tidak bersedekap
d.      Jika berbaring seperti diatas tidak mampu, boleh dikerjakan dengan cara berbaring miring dan enghadap kiblat, rukuk dan sujudnya cukup menggerakan kepala menurut kemampuannya.
e.       Jika dengan cara berbaring miringpun masih tidak mampu maka cukup dengan isyarat, baik dengan kepala ataupun mata. Jika semuanya tidak mampu boleh dikerjakan dalam hati, selagi jiwa dan akalnya masih menyatu alam raganya

B.     Hukum Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit
Di antara hukum-hukum yang berhubungan dengan orang sakit dalam ibadah sholatnya adalah:
1.      Orang yang sakit tetap wajib sholat diwaktunya dan melaksanakannya menurut kemampuannya [1], sebagaimana diperintahkan Allah Ta’ala dalam firman-Nya:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. (Qs. At-Taghâbûn/ 64:16) dan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ‘Imrân bin Hushain:
كَانَتْ بِي بَوَاسِيرُ فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
Pernah Penyakit wasir menimpaku, lalu akau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang cara sholatnya. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Sholatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah.” (HR al-Bukhari no. 1117)

2.      Apabila berat melakukan setiap sholat pada waktunya maka diperbolehkan baginya untuk men-jama’ (menggabung) antara shalat Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan ‘Isya baik dengan jama’ taqdim atau ta’khir [2]. Hal ini melihat kepada yang termudah baginya. Sedangkan shalat Shubuh maka tidak boleh dijama’ karena waktunya terpisah dari shalat sebelum dan sesudahnya. Diantara dasar kebolehan ini adalah hadits Ibnu Abas radhiallahu ‘anhuma yang menyatakan:
جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ قَالَ (أَبُوْ كُرَيْبٍ) قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjama’ antara Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya’ di kota Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Abu Kuraib berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Abas radhiallahu ‘anhuma: Mengapa beliau berbuat demikian? Beliau radhiallahu ‘anhuma menjawab: Agar tidak menyusahkan umatnya. (HR Muslim no. 705)
Dalam hadits diatas jelaslah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan kita menjama’ sholat karena adanya rasa berat yang menyusahkan (masyaqqoh) dan jelas sakit merupakan masyaqqah. Hal ini juga dikuatkan dengan menganalogikan orang sakit kepada orang yang terkena istihaadhoh yang diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengakhirkan sholat Zhuhur dan mempercepat Ashar dan mengakhirkan Maghrib dan mempercepat Isya’.
3.      Orang yang sakit tidak boleh meninggalkan sholat wajib dalam segala kondisinya selama akalnya masih baik.
4.      Orang sakit yang berat untuk mendatangi masjid berjama’ah atau akan menambah dan atau memperlambat kesembuhannya bila sholat berjamaah di masjid maka dibolehkan tidak sholat berjama’ah [5]. Imam Ibnu al-Mundzir rahimahullah menyatakan: Tidak diketahui adanya perbedaan pendapat diantara ulama bahwa orang sakit dibolehkan tidak sholat berjama’ah karena sakitnya. Hal itu karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sakit tidak hadir di Masjid dan berkata:
مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ
Perintahkan Abu Bakar agar mengimami sholat. (Muttafaqun ‘Alaihi) [6]

C.     Peran Perawat dalam Pendampingan Shalat Bagi Orang yang Sakit dan Dirawat
Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling sering dan paling lama berinteraksi dengan klien. Sehingga perawat adalah pihak yang paling mengetahui perkembangan kondisi kesehatan klien secara menyeluruh dan bertanggung jawab atas klien. Perawat merupakan penolong utama klien dalam melaksanakan aktivitas penting guna memelihara dan memulihkan kesehatan klien atau mencapai kematian yang damai.
Sebagai perawat muslim yang baik, kita harus bisa mendampingi dan membantu pasien dalam kegiatannya. Contohnya ketika makan, minum obat, membersihkn diri, sampai beribadah. Perawat harus tahu kebutuhan beribadah pasiennya sesuai dengan agama yang dianut pasiennya
Bagi mereka yang sakit melakukan ibadah sangat sulit. Dalam hal ini yang membantu pasien adalah seorang perawat karena sebagaimana ketahui bahwa perawat sebagai pendamping  pasien, perawat sebagai penolong pasien, dan perawat sebagai partner pasien. Pendek kata, perawat berperan sebagai motivator dan edukator bagi pasien yang ditanganinya.
Peran perawat sebagai pembimbing rohani selain peran utama merawat pasien secara fisik(kesehatan) maupun secara psiko(kejiwaan) amatlah vital, karena perawat hampir setiap waktu ada berada di samping pasien saat di rumah sakit. Maka sangat wajib bagi seorang perawat mempunyai ilmu dan kemampuan dalam ilmu kerohanian pasien selain hal medis. Semoga dengan materi ini kita dapat membuka wawasan terhadap para perawat muslim bahwa tugas perawat bukan hanya menyembuhkan fisik di dunia saja namun juga membantu urusan akhirat kelak.
Suatu kewajiban apabila pasien muslim melakasanakan ibadah solat, sebagai perawat diwajibkan untuk mengingatkan solat terhadap pasien dan apabila pasien membutuhkan pertolongan dalam bimbingan atau pendamping pada saat berwudhu dan solat, perawat harus bersedia mendampingi pasien.

Adapun peran perawat dalam membantu pasien dalam beribadah yaitu:
1.      Membimbing sholat
Setelah perawat mengkaji agama pasien,  yang harus dilakukan adalah menanyakan apakah pasien kita mampu melakukan ibadahnya . Jadi, tugas kita disini adalah mendampingi pasien tersebut dan membantu segala keterbatasan fisiknya. Tentu bantuan disini disesuaikan dengan agama pasien dan bagaimana keadaan pasien sendiri. Apabila dia muslim maka:
-          Perawat hendaknya mengingatkan apabila waktu sholat telah datang.





“Bukanlah menghadap wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan yang mendermakan harta-harta yang dicintai kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang dalam perjalanan, para peminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, menegakkan shalat dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janji apabila mereka berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam saat peperangan. Mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (QS.Al-Baqarah : 177)





“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’” (Al-Baqarah : 238)

Berikut langkah- langkahnya :
a.       Pertama, kita menjelaskan fasilitas yang ada di kamar perawatan (nurse call, telepon, fasilitas kamar mandi, arah kiblat). Lalu tanyakan kepada pasien apakah akan melakukan sholat.
b.      Kedua ,mengkaji apakah pasien mampu atau tidak melakukan sholat sendiri. Apabila pasien tidak  dapat melakukan sholat sendiri maka perawat harus bisa membantu pasien,mulai dari wudlu/tayamumnya (apabila tidak bisa menggunakan air) dan mempersiapkan peralatan untuk tayamum dan pendampingan saat sholat. Apabila dia mampu melakukan sholat sendiri maka perawat hanya mengarahkan Pasien tersebut untuk melakukan sholat.
c.       Namun bila ada keterbatasan gerak sehingga pasien tersebut tidak dapat berdiri peran perawat adalah membantu pasien untuk bersandar pada tembok, jika masih tidak sanggup bersandar maka perawat mengubah posisi pasien tersebut duduk untuk shalat. Jika pasien masih tidak sanggup duduk, maka posisi pasien pada saat  sholat sambil berbaring menghadap kiblat dengan miring di sisi kanan dapat dilakukan. Jika tidak mampu untuk menghadap kiblat maka sholatlah sesuai dengan arah posisinya. jika pasien tidak mampu berbaring,  maka sholatlah dengan posisi terlentang, kedua kakinya diarahkan ke arah kiblat dan kepalanya diangkat sedikit untuk mengarahkan ke kiblat. Jika kakinya tidak bisa diarahkan ke kiblat maka sholatlah sesuai dengan posisinya. Jika masih tidak mampu maka jelaskan kepada pasien bahwa diperbolehkan shalat dengan isyarat,misalnya dengan gerakan kepala, jika kepala tidak bisa maka boleh menggunakan isyarat mata dengan cara pada saat ruku ataupun sujud dengan kedipan mata.

Untuk itulah perawat wajib memberitahukan hal-hal diatas kepada pasien ataupun keluarga pasien. sebagaimana firman ALLAH SWT



yang Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (Q.S: 2;185).

selain firman diatas adalagi firman dari ALLAH SWT



yang artinya: Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah. (Q.S : 64;16).

Jika pasien tidak dapat berbuat apapun, maka pasien tersebut wajib kita bimbing untuk bershalat dengan cara pasien tersebut nershalat dengan hatinya. diniatkan dalam hatinya kalau kita sedang shalat sambil membayangkan gerakan shalat.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Sakit merupakan kondisi yang menyebabkan keterbatasan gerak bagi individu yang menderita sakit. Hal ini menyebabkan individu akan mencari bantuan pada lembaga-lembaga pemberi pelayanan kesehatan untuk memulihkan kondisinya.
Klien yang sakit dan dirawat, apabila ia tidak mampu shalat dalam keadaan berdiri maka ia diperbolehkan duduk atau berbaring, bahkan jika tidak keduanya, maka cukup hanya dengan diniatkan saja. Shalat dalam posisi duduk dan berbaring memiliki tata caranya masing-masing
Kondisi ini tidak lepas dari peran perawat dimana yang paling sering berinteraksi dan berada disamping klien selama 24 jam adalah perawat. Fungsi perawat tidak hanya membantu memulihkan konsidi fisiologis tubuh klien namun juga aspek rohaninya, dalam hal ini sebagai perawat muslim membantu klien memenuhi kewajibannya dalam shalat 5 waktu.

B.     Saran
Mengingat bagaimana aspek spiritual, yaitu shalat 5 waktu tidak boleh ditinggalkan bahkan dalam keadaan sakit, maka penting bagi perawat untuk mengetahui langkah-langkah mendampingi pasien melaksanakan kewajibannya itu. Disarankan bagi perawat-perawat maupun calon perawat muslim untuk menguasai teknik pendampingan shalat bagi klien.



DAFTAR PUSTAKA

Ash Shiddieqy, HAsbi. 1951. Pedoman Shalat. Jakarta : Penerbit Bulan Bintang
http://keperawatanreligionulfathea.wordpress.com/2013/05/17/peran-perawat-dalam-membimbing-pasien-ibadah/

1 comment:

  1. terimakasih atas ilmu, yang di sampaikan, semoga membawa manfaat untuk umat #berbuat baik itu mudah

    ReplyDelete