LAPORAN PENDAHULUAN
OSTEOARTHRITIS
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
YUSNA KURNIA UTAMI 70300112001
ANDINI FITRIANI 70300112003
NUR ILMI 70300112018
SRI NOVI ARDILLA 70300112020
NURRAHMAYANI 70300112023
RAHMI SURYANA AMR 70300112032
KURNIA RAHMA SYARIF 70300112046
PRODI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2014
LAPORAN
PENDAHULUAN OSTEOARTHRITIS
A.
KONSEP MEDIS
1.
Definisi
Osteoartritis yang dikenal sebagai
penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi)
merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan
ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer , C Suzanne, 2002 hal 1087)
Sedangkan menurut Harry Isbagio
& A. Zainal Efendi (1995) osteoartritis merupakan kelainan sendi non
inflamasi yang mengenai sendi yang dapat digerakkan, terutama sendi penumpu
badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa buruknya tulang
rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial dan
tepi-tepi tulang yang membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan
biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan
hialin rawan, jaringan subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk persendian.(
R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi ,1999)
Osteoarthritis
disebut juga penyakit sendi degeneratif, merupakan gangguan sendi tersering.
Kelainan ini sering, jika tidak dapat dikatakan pasti menjadi bagian dari
proses penuaan dan merupakan penyebab penting cacat fisik pada orang berusia
diatas 65 tahun. (
Osteoartritis
(OA) yang dalam bahasa awam masyarakat kita sering dinamakan pekapuran sendi,
adalah proses degenerasi atau penuaan sendi (Ahmad Aby, 2014)
Osteoarthritis
adalah penyakit tulang degeneratif yang ditandai oleh pengeroposan kartilago
artikular (sendi). Tanpa adanya kartilago sebagai penyangga, maka tulang
dibawahnya akan mengalami iritasi, yang menyebabkan degenerasi sendi (Elizabeth
J.Corwin, 2009)
Osteoartritis
(OA) berarti radang sendi, walaupun lebih dikenali sebagai penyakit degeneratif
yang karena disebabkan oleh peradangan sendi dengan penipisan tulang rawan yang
berkaitan. Tulang rawan pada persendian kita memungkinkan pergerakan sendi yang
mulus. Ketika tulang rawan ini rusak karena cedera, infeksi, atau efek penuaan,
pergerakan sendi menjadi terganggu. Akibatnya, jaringan di dalam sendi
mengalami iritasi serta menyebabkan rasa nyeri dan pembengkakan.
Osteoarthritis (OA) atau penyakit degenerasi sendi ialah suatu penyakit
kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat yang tidak diketahui
penyebabnya, meskipun terdapat beberapa factor resiko yang berperan. Keadaan
ini berkaitan dengan usia lanjut, terutama pada sendi-sendi tangan dan sendi
besar yang mananggung beban dan secara klinis ditandai oleh nyeri, deformitas,
pembesaran sendi dan hambatan gerak.
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :
a. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoartritis
b. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur (Long, C Barbara, 1996 hal 336)
2.
Etiologi
Penyebab
dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun
beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah
:
a.
Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan
adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat
dengan bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada
anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60
tahun.
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur
dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen
yang berwarna kuning.
b.
Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan
lelaki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan
dan leher. Secara keeluruhan dibawah 45 tahun
frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi
diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria
hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesisosteoartritis.
c.
Genetic
Faktor herediter juga berperan pada
timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari seorang wanita
dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat
dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan
anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu
dan anak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya
ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan
wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
d.
Suku
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya
terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa,
misalnya osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit
hitam dan usia dari pada kaukasia.Osteoartritis lebih sering dijumpai pada
orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini
mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi
kelainan kongenital dan pertumbuhan.
e.
Kegemukan (obesitas)
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko
untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria.
Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada
sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi
lain (tangan atau sternoklavikula).
f.
Cedera sendi, pekerjaan dan
olah raga (trauma)
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
g.
Kepadatan tulang
dan pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi
melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang
harus dikandungnya.
h.
Akibat penyakit radang sendi
lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan
reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh
membran sinovial dan sel-sel radang.
i.
Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan
membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil / seimbang sehingga
mempercepat proses degenerasi.
j.
Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang
berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan
sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan
menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
k.
Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi
3.
Patofisiologi
Tulang
rawan sendi merupakan sasaran utama perubahan degeneratif pada osteoarthritis.
Tulang rawan sendi memiliki letak strategis yaitu diujung –ujung tulang untuk
melaksanakan 2 fungsi, yaitu 1) menjamin gerakan yang hampir tanpa gesekan
didalam sendi, berkat adanya cairan sinovium, dan 2) disendi sebagai penerima
beban, menebarkan beban keseluruh permukaan sendi sedemikian sehingga tulang
dibawahnya dapat menerima benturan dan berat tanpa mengalami kerusakan. Kedua
fungsi ini mengharuskan tulang rawan elastis (yaitu memperoleh kembali
arsitektur normalnya setelah tertekan) dan memiliki daya regang (tensile
streghth) yang tinggi.
Seperti
pada tulang orang dewasa, tulang rawan sendi tidak statis, tulang ini mengalami
pertukaran, komponen matriks tulang tersebut yang aus diuraikan dan diganti.
Keseimbangan ini dipertahankan oleh kondrosit, yang tidak hanya menyintesis
matriks tetapi juga mengeluarkan enzim yang menguraikan matriks. Pada
osteoarthritis, proses ini terganggu oleh beragam sebab.
Osteoarthritis
ditandai dengan perubahan signifiikan baik dalam komposisi maupun sifat mekanis
tulang rawan. Pada awal perjalanan penyakit, tulang rawan yang mengalami
degenerasi memperlihatkan peningkatan kandungan air dan penurunan konsentrasi
proteoglikan dibandingkan dengan tulang rawan sehat. Selain itu, tampaknya
terjadi perlemahan jaringan kolagen, mungkin karena penurunan sintesis lokal
kolagen tipe II, dan peningkatan pemecahan kolagen yang sudah ada. Kadar
molekul perantara tertentu, termasuk IL-1, TNF, nitrat oksida meningkat pada
tulang rawan osteoarthritis dan tampaknya berperan dalam perubahan komposisi
tulang rawan. Apoptosis juga meningkat, yang mungkin menyebabkan penurunan
jumlah kondrosit fungsional.
Secara
keseluruhan, perubahan ini cenderung menurunkan daya regang dan kelenturan
tulang rawan sendi. Sebagai respons terhadap perubahan regresif ini, kondrosit
pada lapisan yang lebih dalam berproliferasi dan berupaya memperbaiki kerusakan
dengan menghasilkan kolagen dan proteoglikan baru. Meskipun perbaikan ini pada
mulanya mampu mengimbangi kemerosotan tulang rawan, sinyal molekular yang
menyebabkan kondrosit lenyap dan matriks ekstrasel berubah akhirnya menjadi
predominan. Faktor yang menyebabkan pergeseran dari gambaran reparatif menjadi
generatif ini masih belum diketahui.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya
gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau
diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena
peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas
congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada
kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur
pada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya
mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal
dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi,
deformitas, adanya hipertropi atau nodulus. ( Soeparman ,1995).
Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat
badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal
dan proksimasi.
4.
Manifestasi
Klinik
a.
Nyeri
dan kekakuan pada satu atau lebih sendi, biasanya pada tangan, pergelangan
tangan, kaki, lutut, spina bagian atas dan bawah, panggul, dan bahu. Nyeri
dapat berkaitan dengan rasa kesemutan atau kebas, terutama pada malam hari
b.
Pembengkakan
sendi yang terkena, dan penurunan rentang gerak. Sendi tampak mengalami
deformitas
c.
Nodus
Heberden, pertumbuhan tulang di sendi interfalangeal distal pada jari tangan,
dapat terbentuk
d.
Pemeriksaan
menunjukkan adanya daerah nyeri tekan krepitus, dan tanda-tanda inflamasi pada
saat-saat tertentu
e.
Kehilangan
fungsi secara progresif
5.
Pemeriksaan
Penunjang
a.
Untuk OA
tidak ada pemeriksaan laboratorium yang diagnostik, tetapi pemeriksan
laboratorium yang spesifik dapat membantu mengetahui penyakit yang mendasari
pada OA sekunder.
b.
Dengan uji
serologik dengan pendeteksian di dalam cairan sinovium dan/ serum adanya
makromolekul (mis, glikosaminoglikan) yang dilepas oleh tulang rawan / tulang
yang mengalami degenerasi.
c.
Sinar-X.
Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang terjadi pada
tulang seperti pecahnya tulang rawan.
d.
Tes darah.
Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa rematik.
e.
Analisa cairan engsel
Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk kemudian
diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.
f.
Artroskopi
Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan engsel
tulang. Dokter akan mengamati ketidaknormalan yang terjadi.
g.
Foto Rontgent menunjukkan
penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai penyempitan rongga sendi
6.
Komplikasi
Komplikasi
yang umum adalah kekakuan sendi dan nyeri tumpul yang dalam, terutama pada pagi
hari. Pemakaian sendi berulang-ulang cenderung menambah nyeri. Krepitus, suara
berderak akibat permukaan yang terpajan saling bergesekan, sering terdengar
pada kasus yang berat. Biasanya sendi agak bengkak, dan mungkin terjadi efusi
ringan.
7.
Prognosis
Umumnya baik, sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat
konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi. Progresif
lambat. Dubia,
tergantung sendi yang terlibat dan tingkat keparahan
8.
Penatalaksanaan
a.
Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat
yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas
dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti inflamasinon
steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi
sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses
patologis osteoartritis.
1)
Analgesic yang dapatdipakai
adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari atau profoksifen HCL. Asam salisilat
juga cukup efektif namun perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal
2)
Jika tidak berpengaruh, atau
tidak dapat peradangan maka OAINS, seperti fenofrofin,
piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis biasanya ½-1/3
dosis penuh untuk arthritis rematoid. Karena pemakaian biasanya untuk jangka
panjang, efek samping utama adalahganggauan mukosa lambung dan gangguan faal
ginjal.
3)
Injeksi cortisone. Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada engsel yang mempu mengurangi
nyeri/ngilu
4)
Suplementasi-visco. Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang akan mengurangi
nyeri pada pangkal tulang. Tindakan ini hanya dilakukan jika osteoarhtritis
pada lutut.
b.
Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh
yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang
sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi
juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk
(pronatio).
c.
Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk
harus menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat
badan seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
d.
Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena
sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak
pasien ingin menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang
lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali
keberatan untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
e.
Persoalan Seksual.
Gangguan seksual dapat dijumpai pada
pasien osteoartritis terutama pada tulang belakang, paha dan lutut.
Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter karena biasanya pasien
enggan mengutarakannya.
f.
Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang
meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian
panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan
kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat
gosok jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai
seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin
dan mandi dari pancuran panas. Program latihan bertujuan
untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot yang biasanya atropik pada
sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometrik lebih baik dari pada
isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang
yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi
oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang peran
penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-otot
tersebut adalah penting.
g.
Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan
kerusakan sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi.
Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau
ketidaksesuaian, debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan
sendi, pebersihan osteofit.
1)
Penggantian engsel
(artroplasti). Engsel yang rusak akan diangkat dan diganti dengan alat yang terbuat dari
plastik atau metal yang disebut prostesis.
2)
Pembersihan sambungan
(debridemen). Dokter bedah tulang akan mengangkat serpihan tulang rawan yang rusak dan
mengganggu pergerakan yang menyebabkan nyeri saat tulang bergerak.
3)
Penataan tulang. Opsi ini diambil untuk osteoatritis pada anak dan remaja. Penataan
dilakukan agar sambungan/engsel tidak menerima beban saat bergerak.
h.
Terapi konservatif mencakup
penggunaan kompres hangat, penurunan berat badan, upaya untuk menhistirahatkan
sendi serta menghindari penggunaan sendi yang berlebihan pemakaian alat-alat
ortotail. Untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi ( bidai penopang) dan
latihan isometric serta postural. Terapi okupasioanl dan fisioterapi dapat
membantu pasien untuk mengadopsi strategi penangan mandiri.
9.
Pencegahan
Untuk mencegah osteoarthritis, lakukan hal-hal berikut:
a. Konsumsi makanan sehat seperti buah-buahan, sayur dan kacang-kacangan
b.
Minum obat yang
direkomendasikan dokter.
c.
Pertimbangkan untuk
menggunakan alat bantu saat beraktivitas untuk mengurangi bahaya.
d.
Jaga gerakan yang dapat menyebabkan cidera tulang.
e.
Jika mengangkat benda, usahakan beban terbagi merata pada seluruh sambungan
tulang.
f.
Pilih sepatu yang tepat.
g.
Ketahui batas kemampuan
gerakan dan kemampuan mengangkat beban.
h.
Teknik relaksasi juga dapat membantu,
seperti mengambil napas dalam dan hipnosis.
B.
KONSEP
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Riwayat
Kesehatan
-
Adanya
keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
-
Perasaan
tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan
merasakan adanya perubahan pada sendi.
b.
Pemeriksaan
Fisik
1)
Aktivitas/istirahat
Gejala :
nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memburuk dengan stress dengan
sendi, kekakuan senda pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan
simetris.
Tanda :
malaise, keterbatasan ruang gerak, atrofi otot, kulit kontraktur atau kelainan
pada sendi dan otot.
2)
Kardiovaskur
Gejala :
fenomena Raynaud jari tangan/kaki, missal pucat intermitten, sianotik kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal
3)
Integritas ego
Gejala :
factor-faktor stress akut/kronis missal finansial, pekerjaan, ketidakmampuan,
factor-faktor hubungan social, keputusan dan ketidakberdayaan. Ancaman pada
konsep diri, citra tubuh, identitas diri missal ketergantungan pada orang lain,
dan perubahan bentuk anggota tubuh
4)
Makanan / cairan
Gejala :
ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengonsumsi makanan atau cairan adekuat
: mual, anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah.
Tanda :
penurunan berat badan, dan membrane mukosa kering.
5)
Hygiene
Gejala :
berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi secara
mandiri, ketergantungan pada orang lain.
6)
Neurosensory
Gejala :
kebas/ kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda :
pembengkakan sendi simetri
7)
Nyeri/kenyamanan
Gejala :
fase akut dari nyeri ( disertai / tidak disertai pembengkakan jaringan lunak
pada sendi ), rasa nyeri kronis dan kekakuan ( terutama pada pagi hari ).
8)
Keamanan
Gejala :
kulit mengkilat, tegang, nodus subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki, kesulitan
dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga, demam ringan menetap,
kekeringan pada mata, dan membrane mukosa.
9)
Interaksi social
Gejala :
kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan peran, isolasi.
c.
Riwayat
Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan
adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pada pasien yang mengalami
deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada
dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat
melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan
harga diri klien.
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Intoleransi
Aktivitas b/d tirah baring dan imobilitas, kelemahan umum, gaya hidup kurang
gerak
b.
Ansietas
b/d ancaman atau perubahan pada kesehatan, kebutuhan yang tidak terpenuhi
c.
Gangguan
citra tubuh b/d penyakit, ditandai dengan deformitas sendi
d.
Resiko
jatuh b/d penurunan kekuatan ekstremitas bawah, kelemahan umum
e.
Defisiensi
pengetahuan tentang proses penyakit b/d keterbatasan kognitif, kurang familier
dengan sumber-sumber informasi
f.
Nyeri
b/d penyempitan rongga sendi
g.
Defisit
perawatan diri b/d gangguan muskuloskeletal, kelemahan
3.
Intervensi
Keperawatan
a.
Intoleransi
Aktivitas b/d tirah baring dan imobilitas, kelemahan umum, gaya hidup kurang
gerak
Kriteria Hasil :
·
Menoleransi
aktivitas yang biasa dilakukan
·
Menunjukkan
toleransi aktivitas
·
Mendemonstrasikan
penghematan energi
Intervensi :
1)
Kaji
tingkat kemampuan klien berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi.
2)
Evaluasi
motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
3)
Tentukan
penyebab keletihan
4)
Pantau
asupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energi yang adekuat
b.
Ansietas
b/d ancaman atau perubahan pada kesehatan, kebutuhan yang tidak terpenuhi
Kriteria hasil :
·
Ansietas
berkurang, dibuktikan oleh tingkat ansietas hanya ringan hingga sedang
·
Menunjukkan
pengendalian diri terhadap ansietas yang dibuktikan oleh indikator 1-5 (tidak
pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu)
Intervensi :
1)
Kaji
dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien
2)
Gali
bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil menurunkan
ansietas
3)
Bantu
pengalihan ansietas melalui radio, TV, permainan untuk menurunkan ansietas dan
memperluas fokus
4)
Kolaborasi
pemberian obat untuk menurunkan ansietas
c.
Gangguan
citra tubuh b/d penyakit, ditandai dengan deformitas sendi
Kriteria Hasil :
·
Gangguan
citra tubuh berkurang yang dibuktikan oleh selalu menunjukkan adaptasi dengan
ketunadayaan fisik
·
Menunjukkan
citra tubuh
Intervensi :
1)
Kaji
dan dokumentasikan respons verbal dan nonverbal pasien terhadap tubuh klien
2)
Identifikasi
mekanisme koping yang biasa digunakan klien
3)
Tentukan
harapan klien tentang citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
d.
Resiko
jatuh b/d penurunan kekuatan ekstremitas bawah, kelemahan umum
Kriteria Hasil :
·
Resiko
jatuh akan menurun atau terbatas, yang dibuktikan oleh keseimbangan, gerakan
terkoordinasi, perilaku pencegahan jatuh, kejadian jatuh, dan pengetahuan :
Pencegahan Jatuh
Intervensi :
1)
Lakukan
pengkajian resiko jatuh pada pasien
2)
Identifikasi
karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi jatuh
3)
Ajarkan
klien bagaimana posisi terjatuh yang dapat meminimalkan cedera
4)
Bantu
pasien saat ambulasi
5)
Sediakan
alat bantu berjalan
e.
Defisiensi
pengetahuan tentang proses penyakit b/d keterbatasan kognitif, kurang familier
dengan sumber-sumber informasi
Kriteria Hasil :
·
Mengidentifikasi
kebutuhan terhadap informasi tambahan tentang proses penyakit
Intervensi :
1)
Kaji
tingkat pengetahuan klien saat ini dan pemahaman terhdapa materi
2)
Tetapkan
tujuan pembelajaran bersama yang realistis dengan klien
3)
Pilih
metode dan strategi penyuluhan yang sesuai
4)
Beri
waktu pada klien untuk mengajukan pertanyaan dan mendiskusikan permasalahannya
f.
Nyeri
b/d penyempitan rongga sendi
Kriteria Hasil :
·
Melaporkan
nyeri dapat dikendalikan
·
Menunjukkan
pengurangan tingkat nyeri
Intevensi :
1)
Kaji
tingkat nyeri
2)
Ajarkan
penggunaan teknik non farmakologis pengendalian nyeri setelah atau selama
aktivitas yang menimbulkan nyeri
3)
Kolaborasi
pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri (berat)
4)
Kendalikan
faktor lingkungan yang memengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
g.
Defisit
perawatan diri b/d gangguan muskuloskeletal, kelemahan
Kriteria Hasil :
·
Menunjukkan
perawatan diri : Aktivitas kehidupan sehari-hari dapat terpenuhi
Intervensi :
1)
Kaji
kemampuan personal hygiene
2)
Pantau
adanya perubahan kemampuan fungsi
3)
Dukung
kemandirian klien dalam personal hygiene, bantu klien hanya jika diperlukan
4)
Libatkan
keluarga dalam pemberian asuhan
5)
Akomodasi
pilihan dan kebutuhan klien seoptimal mungkin
4.
Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Aby,
Ahmad. 2014. Osteoarthritis OA atau
Pengapuran Sendi. http://ahmadaby.blogspot.com.
Diakses tanggal 8 Oktober 2014, 18:15 WITA
Anonim.
2012. Osteoarthritis Knee-Pain. http://www.singhealth.com.sg/Patientcare/Overseas-Referral/bh/Conditions/Pages/Osteoarthritis-Knee-Pain.aspx.
Diakses tanggal 8 Oktober 2014, 18:27 WITA
Cania,
Murni. 2014. Askep Osteoarthritis. http://murnicania.blogspot.com.
Diakses tanggal 8 Oktober 2014, 18:17 WITA
Corwin,
Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku
Saku edisi 3. Jakarta : EGC
Idrus,
Alwi, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, edisi V, jilid III. Jakarta : Internal Publishing
Muttaqin,
Arif. 2011. Buku Saku Gangguan
Muskuloskeletal : Aplikasi Pada Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta : EGC
Nurma,
Ningsih lukman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Gangguan Sistem Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer C.
Suzannne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Alih Bahasa Andry
Hartono, dkk. Jakarta : EGC
Soeparman,
A. 1995. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi
kedua. Jakarta : Balai Penerbit FK UI
Stanley,
Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan
Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC
Wilkinson,
Judith.M, Nancy R.Ahern. 2011. Buku Saku
Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC.Edisi
9. Jakarta : EGC
Zairin,
Noor Helmi. 2014. Buku Ajar Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika
I haven’t any word to appreciate this post.....Really i am impressed from this post....the person who create this post it was a great human..thanks for shared this with us. Artros
ReplyDelete