KONSEP MEDIS APPENDISITIS
A.
Defenisi
Appendisitis adalah inflamasi akut pada
appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Brunner & Suddart, 1997). Appendisitis merupakan kasus terbanyak
pada bedah emergensi. Insiden tinggi di Negara
maju (diet serat rendah). Terutama umur 10- 30 tahun dan pria lebih banyak yang menderita
daripada wanita.
Apendisitis
adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyakit
abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun. ( Mansjoer,
2000).
Apendiks
menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan
kedalam lumen dan
selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara apendiks
tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (Gut
Asosieted Lymphoid Tissue) yang
terdapat sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IGA. Imunoglobulin
itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab jumlah
jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran
cerna dan seluruh tubuh (Syamsuhidjayat, 2004).
B.
Etiologi
Faktor
penyebabnya adalah:
1.
Obstruksi
a.
Hiperplasia
kelenjar limpfoid
b.
Fekalit/massa
keras dari fases, benda asing
c.
Tumor,
struktur, kinking apendiks
d.
Obstruksi
fungsional: tekanan intra sekal tinggi akibat konstipasi
2.
Infeksi
E.
Coli, Streptococcus, B. Histolitica
C.
Patofisiologi
Apendisitis akut secara umum
terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat infeksi. Penyebab utama
terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi yang terjadi
mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks, dimana menyebbakan tekanan
intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menimbulkan
infeksi pada daerah tersebut. Pada sebagaian kecil kasus, infeksi dapat terjadi
semerta-merta secara hematogen dari tempat lain sehingga tidak ditemukan adanya
obstruksi. 2
Infeksi
terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh dinding apendiks
pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap inflamasi lokal
ini adalah menutup apendiks dengan struktur lain yaitu omentum, usus halus, dan
adneksa. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya masa periapendikuler, yang
disebut juga infiltrat apendiks. Pada infilitrat apendiks, terdapat jaringan
nekrotik yang dapat saja terbentuk menjadi abses sehingga menimbulkan risiko
perforasi yang berbahaya pada pasien apendisits. Pada sebagian kasus,
apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya operasi. Akan
tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi akut
sewaktu-waktu dan dapat langsung berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak
dan geriatri, daya tahan tubuh yang rendah dapat meyebabkan sulitnya terbentuk
infiltrat apendisitis sehingga risiko perforasi lebih besar.
Appendisitis
yang terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi meningkatkan tekanan
intra luminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara
progresif dalam beberapa jam, trlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen.
Appendiks terinflamasi berisi pus
D.
Manifestasi
Klinik
Manifestasi
klinik dari appendisitis antara lain:
1.
Nyeri
kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
2.
Mual,
muntah
3.
Anoreksia,
malaisse
4.
Nyeri
tekan lokal pada titik Mc. Burney
5.
Spasme
otot
6.
Konstipasi,
diare (Brunner & Suddart, 1997).
E.
Pemeriksaan
Diagnostik
1.
Sel
darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai 75%
2.
Urinalisis : normal, tetapi eritrosit/leukosit
mungkin ada
3.
Foto
abdomen: Adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus terlokalisir
4.
Tanda
rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah (Doenges, 1993;
Brunner & Suddart, 1997).
F.
Komplikasi
1.
Peritonitis
Peritonitis merupakan
proses peradangan lokal atau umum pada peritoneum. Peritonitis disertai
rasa sakit yang semakin hebat, rasa nyeri, kembung, demam dan keracunan.
2.
Perforasi
Karena dinding apendiks mengalami ganggren, rasa sakit yang bertambah,
demam tinggi, rasa nyeri yang menyebar dan jumlah leukosit yang tinggi
merupakan tanda kemungkinan terjadinya perforasi.
3.
Pieloflebitis
Adalah tromboplebitis septik vena portal ditandai dengan demam yang tinggi,
panas dingin menggigil dan ikterus.
4.
Abses apendiks
Terasa suatu massa lunak dikuadran kanan bawah atau didaerah
pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmen tetapi dapat berkembang
menjadi rongga yang mengandung nanah.
G.
Penatalaksanaan
1.
Pembedahan
diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan
2.
Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedhan
dilakukan
3.
Analgetik
diberikan setelah diagnosa ditegakkan
4.
Apendektomi
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Brunner &
Suddart, 1997)
H.
Pencegahan
Menurut Conectique (2007), pencegahan penyakit apendisitis dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
1.
Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakan
makanan dalam saluran cerna sehingga tidak tertumpuk lama dan mengeras.
2.
Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar
juga akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara keseluruhan.
I.
Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat
mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis
akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan
berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis
kronis sebenarnya tidak ada. (Mansjoer, 2000)
KONSEP
KEPERAWATAN APPENDISITIS
A.
Pengkajian
1.
Aktivitas/
istirahat: Malaise
2.
Sirkulasi
: Tachikardi
3.
Eliminasi
·
Konstipasi
pada awitan awal
·
Diare
(kadang-kadang)
·
Distensi
abdomen
·
Nyeri
tekan/lepas abdomen
·
Penurunan
bising usus
4.
Cairan/makanan
: anoreksia, mual, muntah
5.
Kenyamanan
Nyeri abdomen
sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada
titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam
6.
Keamanan
: demam
7.
Pernapasan
·
Tachipnea
·
Pernapasan
dangkal
(Brunner & Suddart, 1997)
B.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa yang dapat ditegakkan :
1.
Resiko
tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama,
perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi
2.
Nyeri
b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah
3.
Resiko
tinggi kekurangan cairan tubuhb.d inflamasi peritoneum dengan cairan asing,
muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi
4.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
C.
Intervensi
Keperawatan
1. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya
pertahanan utama, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi
Tujuan
: tidak terjadi infeksi
Kriteria:
·
Penyembuhan
luka berjalan baik
·
Tidak
ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen
·
Tekanan
darah >90/60 mmHg
·
Nadi
< 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal
·
Abdomen
lunak, tidak ada distensi
·
Bising
usus 5-34 x/menit
Intervensi:
a.
Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi
hebat
b.
Awasi
dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya pernapasan cepat
dan dangkal
c.
Kaji
abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising usus
d.
Lakukan
perawatan luka dengan tehnik aseptik
e.
Lihat
insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain, eriitema
f.
Kolaborasi:
antibiotik
2. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi,
adanya insisi bedah
Kriteria hasil:
·
Persepsi
subyektif tentang nyeri menurun
·
Tampak
rileks
·
Pasien
dapat istirahat dengan cukup
Intervensi:
a.
Kaji
nyeri. Catat lokasi, karakteristik nyeri
b.
Pertahankan
istirahat dengan posisi semi fowler
c.
Dorong
untuk ambulasi dini
d.
Ajarkan
tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat untuk membantu melepaskan otot yang
tegang
e.
Hindari
tekanan area popliteal
f.
Berikan
antiemetik, analgetik sesuai program
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuhb.d inflamasi
peritoneum dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi
Kriteria hasil;
·
Membran
mukosa lembab
·
Turgor
kulit baik
·
Haluaran
urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
·
Tanda
vital stabil
Intervensi:
a.
Awasi
tekanan darah dan tanda vial
b.
Kaji
turgor kulit, membran mukosa, capilary refill
c.
Monitor
masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi
d.
Auskultasi
bising usus. Catat kelancara flatus
e.
Berikan
perawatan mulut sering
f.
Berikan
sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan lanjutkan
dengan diet sesuai toleransi
g.
Berikan
cairan IV dan Elektrolit
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan
kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Kriteria:
·
Menyatakan
pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan
·
Berpartisipasidalam
program pengobatan
Intervensi
a.
Kaji
ulang embatasan aktivitas paska oerasi
b.
Dorong
aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahatperiodik
c.
Diskusikan
perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi
d.
Identifikasi
gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema
luka, adanya drainase
D.
Evaluasi
1.
Fungsi
Gastrointestinal anak kembali normal, meliputi asupan diet pra operasi dan
fungsi defekasi yang normal
2.
Nyeri
yang dialami anak menjadi minimal
3.
Anak
akan terbebas dari infeksi
4.
Anak
dan keluarga memahami perawatan dirumah dan perlunya tindak lanjut
No comments:
Post a Comment