Friday 21 November 2014

Perawatan Islami : SOP Pendampingan Shalat


Tugas Kelompok
Dosen  pembimbing    : Ir. H. Kasim Saguni, MA

KEPERAWATAN ISLAMI:
SOP PENDAMPINGAN SHALAT






OLEH:
            
             MUSRIVAH                                           (70300112006)
             NURRAHMAYANI                                (70300112023)
             MUKARRAMAH                                   (703001120     )
          
            

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2014





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dampak globalisasi dewasa ini semakin terasa dikalangan masyarakat, hal ini mempengaruhi banyak aspek, salah satunya yaitu perilaku individu. Dalam aspek perilaku ini, sebagai contoh kecendrungan kriminalitas yang meningkat. Peredaran NAPZA yang semakin merajalela, kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya akan menyebabkan masalah yang serius terhadap pembangunan yang berwawasan kesehatan. Contoh lainnya yaitu kemudahan transportasi, komunikasi dan penyebarluasan berbagai informasi berpengaruh juga terhadap penyalahgunaan narkotika, obat psikotropika dan zat adiktif lainnya, penyakit, perilaku seks bebas dan gaya hidup tidak sehat lainnya. Hal ini akan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
Penurunan derajat kesehatan ini menjadikan makin bertambahnya jumlah individu yang sakit. Menurut Mechanic (1992) seseorang yang sedang sakit umumnya  mempunyai perilaku yang meliputi cara seseorang memantau tubuhnya,  mendefinisikan dan menginterprestasikan gejala yang dialaminya dan  melakukan upaya penyembuhan dan menggunakan sistem pelayanan kesehatan (Perry & Potter, 2005). Sistem pelayanan kesehatan yang biasanya dipilih adalah mendatangi Puskesmas, Rumah Sakit atau Klinik Kesehatan.
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan nikmat Allah yang paling berharga dalam kehidupan ini. Dimensi sehat dalam agama Islam bukan semata memberikan panduan bagaimana secara fisik manusia mengupayakan kesehatan jasmaninya melaikan kesehatan rohaninya juga.
Sebagai kaum muslim, kita memiliki kewajiban yang harus dipenuhi, antara lain shalat 5 waktu, berpuasa, bersedekah, berbuat baik kepada sesama mahluk ciptaan Allah Swt. Kewajiban ini hukumnya wajib dan tidak boleh ditinggalkan karena suatu hal tertentu. Terutama shalat 5 waktu.
Dalam hal hospitalisasi, kemungkinan beberapa aktivitas akan terganggu. Sama halnya dengan aktivitas shalat 5 waktu bagi kaum muslim. Islam menekankan bahwa shalat merupakan kewajiban yang harus tetap dikerjakan dalam keadaan bagaimanapun, baik pada waktu sehat maupun dalam keadaan sakit. Orang yang sedang sakit harus tetap melaksanakan salat lima waktu, selama akal dan ingatannya masih normal.


Seperti disebutkan dalam Sabda Rasulullah Saw:
اَلصَّلَاةُ عِمَادُ الدِّيْنِ فَمَنْ اَقَامَهَا فَقَدْ اَقَامَ الدِّيْنِ, وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدِّيْنَ  .رواه البيهقي
Artinya:
 “Salat itu tiang agama, barang siapa mendirikan salat sungguh ia telah mendirikan agama, dan barang siapa yang meninggalkan salat sungguh ia telah meruntuhkan agama.” (HR. Baihaqi)

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana tata cara shalat yang dianjurkan bagi orang sakit?
2.      Bagaimana Hukum tata cara shalat tsb?
3.      Bagaimana Peran Perawat dalam Pendampingan Shalat bagi orang sakit dan dirawat?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit
Ketika seorang muslim meninggal dunia, amal ibadah yang pertama diperiksa dihadapan Allah Swt. Adalah ibadah salatnya. Jika salatnya benar, maka amal ibadah yang lainnya pun akan benar. Dengan demikian, kewajiban melaksanakan salat merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar oleh setiap muslim dimanapun berada.
Rasulullah Saw bersabda:
    اَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ اْلعَبْدُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ الصَّلاَةُ فَاِنْ صَلُحَتْ صَلُحَ سَائِرُ عَمَلِهِ وَاِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ .رواه الطبرانى
Artinya:
“ Amal yang pertama kali akan dihisab untuk seseorang hamba nanti pada hari kiamat ialah salat maka apabila salatnya baik (lengkap) maka baiklah seluruh amalannya yang lain, dan jika salatnya itu rusak (kurang lengkap) maka rusaklah segala amalannya yang lain.” (HR.Tabrani)
Orang yang sedang sakit harus tetap melaksanakan salat lima waktu, selama akal dan ingatannya masih normal. Cara melaksanakannya sesuai dengan kemampuan orang yang sakit tersebut. Jika tidak mampu sambil berdiri, ia boleh salat sambil duduk. Jika tidak mampu sambil duduk, ia boleh salat sambil berbaring.
Rasulullah Saw bersabda:
يُصَلِّ اْلمَرِيْضُ قَاِئمًا اِنِ اسْتَطَاعَ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ صَلَّى قَائِدًا فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ اَنْ يَسْجُدَ اَوْ مَاعَ بِرَأْسِهِ وَجَعَلَ سُجُوْدَهُ اَخْفَضُ مِنْ رُكُوْعِهِ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ اَنْ يُصَلِّيَ قَاِئدًا صَلَّى عَلىَ جَنْبِهِ اْلَايْمَنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ اَنْ يُصَلِّيَ عَلىَ جَنْبِهِ اْلَايْمَنِ صَلَّى مُسْتَلْقِيَارِجْلَاهُ مِمَّا يَلِيَ اْلقِبْلَةَ .رواه الدارقتنى
Artinya:
 “orang yang sakit jika akan mengerjakan salat hendaklah ia berdiri jika mampu, jika ia tidak mampu salat dengan berdiri, hendaklah ia salat dengan duduk, jika tidak mampu duduk, hendaklah ia mengisyaratkan saja dengan kepalanya, tetapi sujudnya lebih rendah dari pada rukuknya. Jika ia tidak mampu salat dengan duduk, hendaklah ia salat dengan berbaring pada lambung sebelah kanan dengan menghadap kiblat. Jika ia tidak mampu salat dengan berbaring pada lambung sebelah kanannya, hendaklah ia salat dengan telentang dan kedua kakinya dihadapkan ke arah kiblat.” (HR. Daruqutni)


1.      Tata Cara Shalat Duduk
Orang sakit yang tidak mampu berdiri maka melakukan sholat wajib dengan duduk, berdasarkan hadits ‘Imrân bin Hushain dan ijma’ para ulama. Ibnu Qudâmah rahimahullah menyatakan, “Para ulama telah ber-ijma’ (bersepakat -ed) bahwa orang yang tidak mampu shalat berdiri maka dibolehkan shalat dengan duduk.
Bagi orang yang salat sambil duduk, bacaannya sama dengan orang yang sehat (sambil berdiri). Yang membedakan adalah keadaannya saja. Berikut ini ada dua cara salat dengan posisi sambil duduk. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berkut ini:
Cara yang Pertama:
Penjelasan:
a.       Ambillah posisi duduk dengan menghadap kiblat seperti duduk diantara dua sujud, kemudian membaca niat untuk mengerjakan salat.
 











b.      Cara mengerjakan rukuknya dengan cara membungkuk sedikit,







c.      Cara mengerjakan sujudnya sama seperti mengerjakan sujud pada salat biasa.
 











Cara yang kedua :
Penjelasan:










a. Menghadap kiblat dan berniat salat fardu sambil duduk,
b. Rukuk dengan meletakkan tangan dilutut (sambil menundukan kepala)
c. Sujud dengan cara membungkukan kepala dan badan

2.      Tata Cara Shalat Berbaring
Bagi orang yang sedang sakit parah  dan tidak mampu salat dengan duduk, ia diperbolehkan salat sambil berbaring dengan cara sebagai berikut:




 









Penjelasan:
a.       Dua kaki diarahkan ke kiblat . kepala ditinggikan dengan alas bantal dan mukanya diarahkan ke kiblat. Selanjutnya berniat lalu bertakbiratulihram dengan mengangkat tangan,
b.      Bersedekap, kemudian membaca do’a iftitah dan seterusnya seperti bacaan salat biasa, rukuk dan sujud cukup dengan isyarat,
c.       Tahiyat awal dan akhir dilakukan sesuai kemampuan atau dengan isyarat. Kedua tangan tidak bersedekap
d.      Jika berbaring seperti diatas tidak mampu, boleh dikerjakan dengan cara berbaring miring dan enghadap kiblat, rukuk dan sujudnya cukup menggerakan kepala menurut kemampuannya.
e.       Jika dengan cara berbaring miringpun masih tidak mampu maka cukup dengan isyarat, baik dengan kepala ataupun mata. Jika semuanya tidak mampu boleh dikerjakan dalam hati, selagi jiwa dan akalnya masih menyatu alam raganya

B.     Hukum Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit
Di antara hukum-hukum yang berhubungan dengan orang sakit dalam ibadah sholatnya adalah:
1.      Orang yang sakit tetap wajib sholat diwaktunya dan melaksanakannya menurut kemampuannya [1], sebagaimana diperintahkan Allah Ta’ala dalam firman-Nya:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. (Qs. At-Taghâbûn/ 64:16) dan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ‘Imrân bin Hushain:
كَانَتْ بِي بَوَاسِيرُ فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
Pernah Penyakit wasir menimpaku, lalu akau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang cara sholatnya. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Sholatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah.” (HR al-Bukhari no. 1117)

2.      Apabila berat melakukan setiap sholat pada waktunya maka diperbolehkan baginya untuk men-jama’ (menggabung) antara shalat Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan ‘Isya baik dengan jama’ taqdim atau ta’khir [2]. Hal ini melihat kepada yang termudah baginya. Sedangkan shalat Shubuh maka tidak boleh dijama’ karena waktunya terpisah dari shalat sebelum dan sesudahnya. Diantara dasar kebolehan ini adalah hadits Ibnu Abas radhiallahu ‘anhuma yang menyatakan:
جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ قَالَ (أَبُوْ كُرَيْبٍ) قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjama’ antara Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya’ di kota Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Abu Kuraib berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Abas radhiallahu ‘anhuma: Mengapa beliau berbuat demikian? Beliau radhiallahu ‘anhuma menjawab: Agar tidak menyusahkan umatnya. (HR Muslim no. 705)
Dalam hadits diatas jelaslah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan kita menjama’ sholat karena adanya rasa berat yang menyusahkan (masyaqqoh) dan jelas sakit merupakan masyaqqah. Hal ini juga dikuatkan dengan menganalogikan orang sakit kepada orang yang terkena istihaadhoh yang diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengakhirkan sholat Zhuhur dan mempercepat Ashar dan mengakhirkan Maghrib dan mempercepat Isya’.
3.      Orang yang sakit tidak boleh meninggalkan sholat wajib dalam segala kondisinya selama akalnya masih baik.
4.      Orang sakit yang berat untuk mendatangi masjid berjama’ah atau akan menambah dan atau memperlambat kesembuhannya bila sholat berjamaah di masjid maka dibolehkan tidak sholat berjama’ah [5]. Imam Ibnu al-Mundzir rahimahullah menyatakan: Tidak diketahui adanya perbedaan pendapat diantara ulama bahwa orang sakit dibolehkan tidak sholat berjama’ah karena sakitnya. Hal itu karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sakit tidak hadir di Masjid dan berkata:
مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ
Perintahkan Abu Bakar agar mengimami sholat. (Muttafaqun ‘Alaihi) [6]

C.     Peran Perawat dalam Pendampingan Shalat Bagi Orang yang Sakit dan Dirawat
Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling sering dan paling lama berinteraksi dengan klien. Sehingga perawat adalah pihak yang paling mengetahui perkembangan kondisi kesehatan klien secara menyeluruh dan bertanggung jawab atas klien. Perawat merupakan penolong utama klien dalam melaksanakan aktivitas penting guna memelihara dan memulihkan kesehatan klien atau mencapai kematian yang damai.
Sebagai perawat muslim yang baik, kita harus bisa mendampingi dan membantu pasien dalam kegiatannya. Contohnya ketika makan, minum obat, membersihkn diri, sampai beribadah. Perawat harus tahu kebutuhan beribadah pasiennya sesuai dengan agama yang dianut pasiennya
Bagi mereka yang sakit melakukan ibadah sangat sulit. Dalam hal ini yang membantu pasien adalah seorang perawat karena sebagaimana ketahui bahwa perawat sebagai pendamping  pasien, perawat sebagai penolong pasien, dan perawat sebagai partner pasien. Pendek kata, perawat berperan sebagai motivator dan edukator bagi pasien yang ditanganinya.
Peran perawat sebagai pembimbing rohani selain peran utama merawat pasien secara fisik(kesehatan) maupun secara psiko(kejiwaan) amatlah vital, karena perawat hampir setiap waktu ada berada di samping pasien saat di rumah sakit. Maka sangat wajib bagi seorang perawat mempunyai ilmu dan kemampuan dalam ilmu kerohanian pasien selain hal medis. Semoga dengan materi ini kita dapat membuka wawasan terhadap para perawat muslim bahwa tugas perawat bukan hanya menyembuhkan fisik di dunia saja namun juga membantu urusan akhirat kelak.
Suatu kewajiban apabila pasien muslim melakasanakan ibadah solat, sebagai perawat diwajibkan untuk mengingatkan solat terhadap pasien dan apabila pasien membutuhkan pertolongan dalam bimbingan atau pendamping pada saat berwudhu dan solat, perawat harus bersedia mendampingi pasien.

Adapun peran perawat dalam membantu pasien dalam beribadah yaitu:
1.      Membimbing sholat
Setelah perawat mengkaji agama pasien,  yang harus dilakukan adalah menanyakan apakah pasien kita mampu melakukan ibadahnya . Jadi, tugas kita disini adalah mendampingi pasien tersebut dan membantu segala keterbatasan fisiknya. Tentu bantuan disini disesuaikan dengan agama pasien dan bagaimana keadaan pasien sendiri. Apabila dia muslim maka:
-          Perawat hendaknya mengingatkan apabila waktu sholat telah datang.





“Bukanlah menghadap wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan yang mendermakan harta-harta yang dicintai kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang dalam perjalanan, para peminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, menegakkan shalat dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janji apabila mereka berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam saat peperangan. Mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (QS.Al-Baqarah : 177)





“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’” (Al-Baqarah : 238)

Berikut langkah- langkahnya :
a.       Pertama, kita menjelaskan fasilitas yang ada di kamar perawatan (nurse call, telepon, fasilitas kamar mandi, arah kiblat). Lalu tanyakan kepada pasien apakah akan melakukan sholat.
b.      Kedua ,mengkaji apakah pasien mampu atau tidak melakukan sholat sendiri. Apabila pasien tidak  dapat melakukan sholat sendiri maka perawat harus bisa membantu pasien,mulai dari wudlu/tayamumnya (apabila tidak bisa menggunakan air) dan mempersiapkan peralatan untuk tayamum dan pendampingan saat sholat. Apabila dia mampu melakukan sholat sendiri maka perawat hanya mengarahkan Pasien tersebut untuk melakukan sholat.
c.       Namun bila ada keterbatasan gerak sehingga pasien tersebut tidak dapat berdiri peran perawat adalah membantu pasien untuk bersandar pada tembok, jika masih tidak sanggup bersandar maka perawat mengubah posisi pasien tersebut duduk untuk shalat. Jika pasien masih tidak sanggup duduk, maka posisi pasien pada saat  sholat sambil berbaring menghadap kiblat dengan miring di sisi kanan dapat dilakukan. Jika tidak mampu untuk menghadap kiblat maka sholatlah sesuai dengan arah posisinya. jika pasien tidak mampu berbaring,  maka sholatlah dengan posisi terlentang, kedua kakinya diarahkan ke arah kiblat dan kepalanya diangkat sedikit untuk mengarahkan ke kiblat. Jika kakinya tidak bisa diarahkan ke kiblat maka sholatlah sesuai dengan posisinya. Jika masih tidak mampu maka jelaskan kepada pasien bahwa diperbolehkan shalat dengan isyarat,misalnya dengan gerakan kepala, jika kepala tidak bisa maka boleh menggunakan isyarat mata dengan cara pada saat ruku ataupun sujud dengan kedipan mata.

Untuk itulah perawat wajib memberitahukan hal-hal diatas kepada pasien ataupun keluarga pasien. sebagaimana firman ALLAH SWT



yang Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (Q.S: 2;185).

selain firman diatas adalagi firman dari ALLAH SWT



yang artinya: Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah. (Q.S : 64;16).

Jika pasien tidak dapat berbuat apapun, maka pasien tersebut wajib kita bimbing untuk bershalat dengan cara pasien tersebut nershalat dengan hatinya. diniatkan dalam hatinya kalau kita sedang shalat sambil membayangkan gerakan shalat.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Sakit merupakan kondisi yang menyebabkan keterbatasan gerak bagi individu yang menderita sakit. Hal ini menyebabkan individu akan mencari bantuan pada lembaga-lembaga pemberi pelayanan kesehatan untuk memulihkan kondisinya.
Klien yang sakit dan dirawat, apabila ia tidak mampu shalat dalam keadaan berdiri maka ia diperbolehkan duduk atau berbaring, bahkan jika tidak keduanya, maka cukup hanya dengan diniatkan saja. Shalat dalam posisi duduk dan berbaring memiliki tata caranya masing-masing
Kondisi ini tidak lepas dari peran perawat dimana yang paling sering berinteraksi dan berada disamping klien selama 24 jam adalah perawat. Fungsi perawat tidak hanya membantu memulihkan konsidi fisiologis tubuh klien namun juga aspek rohaninya, dalam hal ini sebagai perawat muslim membantu klien memenuhi kewajibannya dalam shalat 5 waktu.

B.     Saran
Mengingat bagaimana aspek spiritual, yaitu shalat 5 waktu tidak boleh ditinggalkan bahkan dalam keadaan sakit, maka penting bagi perawat untuk mengetahui langkah-langkah mendampingi pasien melaksanakan kewajibannya itu. Disarankan bagi perawat-perawat maupun calon perawat muslim untuk menguasai teknik pendampingan shalat bagi klien.



DAFTAR PUSTAKA

Ash Shiddieqy, HAsbi. 1951. Pedoman Shalat. Jakarta : Penerbit Bulan Bintang
http://keperawatanreligionulfathea.wordpress.com/2013/05/17/peran-perawat-dalam-membimbing-pasien-ibadah/

Tuesday 4 November 2014

LP Osteoarthritis


LAPORAN PENDAHULUAN
OSTEOARTHRITIS
  

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3

YUSNA KURNIA UTAMI             70300112001
ANDINI FITRIANI                         70300112003
NUR ILMI                                       70300112018
SRI NOVI ARDILLA                     70300112020
NURRAHMAYANI                        70300112023
RAHMI SURYANA AMR              70300112032
KURNIA RAHMA SYARIF          70300112046



PRODI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS  KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR

2014



LAPORAN PENDAHULUAN OSTEOARTHRITIS
A.    KONSEP MEDIS
1.      Definisi
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer , C Suzanne, 2002 hal 1087)
Sedangkan menurut Harry Isbagio & A. Zainal Efendi (1995) osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi yang dapat digerakkan, terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa buruknya tulang rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan hialin rawan, jaringan subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk persendian.( R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi ,1999)
Osteoarthritis disebut juga penyakit sendi degeneratif, merupakan gangguan sendi tersering. Kelainan ini sering, jika tidak dapat dikatakan pasti menjadi bagian dari proses penuaan dan merupakan penyebab penting cacat fisik pada orang berusia diatas 65 tahun. (
Osteoartritis (OA) yang dalam bahasa awam masyarakat kita sering dinamakan pekapuran sendi, adalah proses degenerasi atau penuaan sendi (Ahmad Aby, 2014)
Osteoarthritis adalah penyakit tulang degeneratif yang ditandai oleh pengeroposan kartilago artikular (sendi). Tanpa adanya kartilago sebagai penyangga, maka tulang dibawahnya akan mengalami iritasi, yang menyebabkan degenerasi sendi (Elizabeth J.Corwin, 2009)
Osteoartritis (OA) berarti radang sendi, walaupun lebih dikenali sebagai penyakit degeneratif yang karena disebabkan oleh peradangan sendi dengan penipisan tulang rawan yang berkaitan. Tulang rawan pada persendian kita memungkinkan pergerakan sendi yang mulus. Ketika tulang rawan ini rusak karena cedera, infeksi, atau efek penuaan, pergerakan sendi menjadi terganggu. Akibatnya, jaringan di dalam sendi mengalami iritasi serta menyebabkan rasa nyeri dan pembengkakan.
Osteoarthritis (OA) atau penyakit degenerasi sendi ialah suatu penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat yang tidak diketahui penyebabnya, meskipun terdapat beberapa factor resiko yang berperan. Keadaan ini berkaitan dengan usia lanjut, terutama pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang mananggung beban dan secara klinis ditandai oleh nyeri, deformitas, pembesaran sendi dan hambatan gerak.
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :
a.       Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan osteoartritis
b.      Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur (Long, C Barbara, 1996 hal 336)

2.      Etiologi
Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
a.       Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
b.      Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keeluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesisosteoartritis.
c.       Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
d.      Suku
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia.Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
e.       Kegemukan (obesitas)
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
f.       Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga (trauma)
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
g.      Kepadatan tulang dan pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang harus dikandungnya.
h.      Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran sinovial dan sel-sel radang.
i.        Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil / seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi.
j.        Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
k.      Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi

3.      Patofisiologi
Tulang rawan sendi merupakan sasaran utama perubahan degeneratif pada osteoarthritis. Tulang rawan sendi memiliki letak strategis yaitu diujung –ujung tulang untuk melaksanakan 2 fungsi, yaitu 1) menjamin gerakan yang hampir tanpa gesekan didalam sendi, berkat adanya cairan sinovium, dan 2) disendi sebagai penerima beban, menebarkan beban keseluruh permukaan sendi sedemikian sehingga tulang dibawahnya dapat menerima benturan dan berat tanpa mengalami kerusakan. Kedua fungsi ini mengharuskan tulang rawan elastis (yaitu memperoleh kembali arsitektur normalnya setelah tertekan) dan memiliki daya regang (tensile streghth) yang tinggi.
Seperti pada tulang orang dewasa, tulang rawan sendi tidak statis, tulang ini mengalami pertukaran, komponen matriks tulang tersebut yang aus diuraikan dan diganti. Keseimbangan ini dipertahankan oleh kondrosit, yang tidak hanya menyintesis matriks tetapi juga mengeluarkan enzim yang menguraikan matriks. Pada osteoarthritis, proses ini terganggu oleh beragam sebab.
Osteoarthritis ditandai dengan perubahan signifiikan baik dalam komposisi maupun sifat mekanis tulang rawan. Pada awal perjalanan penyakit, tulang rawan yang mengalami degenerasi memperlihatkan peningkatan kandungan air dan penurunan konsentrasi proteoglikan dibandingkan dengan tulang rawan sehat. Selain itu, tampaknya terjadi perlemahan jaringan kolagen, mungkin karena penurunan sintesis lokal kolagen tipe II, dan peningkatan pemecahan kolagen yang sudah ada. Kadar molekul perantara tertentu, termasuk IL-1, TNF, nitrat oksida meningkat pada tulang rawan osteoarthritis dan tampaknya berperan dalam perubahan komposisi tulang rawan. Apoptosis juga meningkat, yang mungkin menyebabkan penurunan jumlah kondrosit fungsional.
Secara keseluruhan, perubahan ini cenderung menurunkan daya regang dan kelenturan tulang rawan sendi. Sebagai respons terhadap perubahan regresif ini, kondrosit pada lapisan yang lebih dalam berproliferasi dan berupaya memperbaiki kerusakan dengan menghasilkan kolagen dan proteoglikan baru. Meskipun perbaikan ini pada mulanya mampu mengimbangi kemerosotan tulang rawan, sinyal molekular yang menyebabkan kondrosit lenyap dan matriks ekstrasel berubah akhirnya menjadi predominan. Faktor yang menyebabkan pergeseran dari gambaran reparatif menjadi generatif  ini masih belum diketahui.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur pada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus. ( Soeparman ,1995).
Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.

4.      Manifestasi Klinik
a.       Nyeri dan kekakuan pada satu atau lebih sendi, biasanya pada tangan, pergelangan tangan, kaki, lutut, spina bagian atas dan bawah, panggul, dan bahu. Nyeri dapat berkaitan dengan rasa kesemutan atau kebas, terutama pada malam hari
b.      Pembengkakan sendi yang terkena, dan penurunan rentang gerak. Sendi tampak mengalami deformitas
c.       Nodus Heberden, pertumbuhan tulang di sendi interfalangeal distal pada jari tangan, dapat terbentuk
d.      Pemeriksaan menunjukkan adanya daerah nyeri tekan krepitus, dan tanda-tanda inflamasi pada saat-saat tertentu
e.       Kehilangan fungsi secara progresif

5.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Untuk OA tidak ada pemeriksaan laboratorium yang diagnostik, tetapi pemeriksan laboratorium yang spesifik dapat membantu mengetahui penyakit yang mendasari pada OA sekunder.
b.      Dengan uji serologik dengan pendeteksian di dalam cairan sinovium dan/ serum adanya makromolekul (mis, glikosaminoglikan) yang dilepas oleh tulang rawan / tulang yang mengalami degenerasi. 
c.       Sinar-X.
Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang terjadi pada tulang seperti pecahnya tulang rawan.
d.       Tes darah.
Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa rematik.
e.        Analisa cairan engsel
Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk kemudian diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.
f.        Artroskopi
Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan engsel tulang. Dokter akan mengamati ketidaknormalan yang terjadi.
g.      Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai penyempitan rongga sendi

6.      Komplikasi
Komplikasi yang umum adalah kekakuan sendi dan nyeri tumpul yang dalam, terutama pada pagi hari. Pemakaian sendi berulang-ulang cenderung menambah nyeri. Krepitus, suara berderak akibat permukaan yang terpajan saling bergesekan, sering terdengar pada kasus yang berat. Biasanya sendi agak bengkak, dan mungkin terjadi efusi ringan.

7.      Prognosis
Umumnya baik, sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi. Progresif lambat. Dubia, tergantung sendi yang terlibat dan tingkat keparahan

8.      Penatalaksanaan
a.       Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses patologis osteoartritis.
1)      Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari atau profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal
2)      Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS, seperti fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis rematoid. Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek samping utama adalahganggauan mukosa lambung dan gangguan faal ginjal.
3)      Injeksi cortisone. Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada engsel yang mempu mengurangi nyeri/ngilu
4)      Suplementasi-visco. Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang akan mengurangi nyeri pada pangkal tulang. Tindakan ini hanya dilakukan jika osteoarhtritis pada lutut.
b.      Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).
c.       Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
d.      Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
e.       Persoalan Seksual.
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter karena biasanya pasien enggan mengutarakannya.
f.       Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas. Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometrik lebih baik dari pada isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
g.      Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan osteofit.
1)      Penggantian engsel (artroplasti). Engsel yang rusak akan diangkat dan diganti dengan alat yang terbuat dari plastik atau metal yang disebut prostesis.
2)      Pembersihan sambungan (debridemen). Dokter bedah tulang akan mengangkat serpihan tulang rawan yang rusak dan mengganggu pergerakan yang menyebabkan nyeri saat tulang bergerak.
3)      Penataan tulang. Opsi ini diambil untuk osteoatritis pada anak dan remaja. Penataan dilakukan agar sambungan/engsel tidak menerima beban saat bergerak.
h.      Terapi konservatif mencakup penggunaan kompres hangat, penurunan berat badan, upaya untuk menhistirahatkan sendi serta menghindari penggunaan sendi yang berlebihan pemakaian alat-alat ortotail. Untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi ( bidai penopang) dan latihan isometric serta postural. Terapi okupasioanl dan fisioterapi dapat membantu pasien untuk mengadopsi strategi penangan mandiri.

9.      Pencegahan
Untuk mencegah osteoarthritis, lakukan hal-hal berikut:
a.       Konsumsi makanan sehat seperti buah-buahan, sayur dan kacang-kacangan
b.      Minum obat yang direkomendasikan dokter.
c.       Pertimbangkan untuk menggunakan alat bantu saat beraktivitas untuk mengurangi bahaya.
d.       Jaga gerakan yang dapat menyebabkan cidera tulang.
e.        Jika mengangkat benda, usahakan beban terbagi merata pada seluruh sambungan tulang.
f.        Pilih sepatu yang tepat.
g.      Ketahui batas kemampuan gerakan dan kemampuan mengangkat beban.
h.      Teknik relaksasi juga dapat membantu, seperti mengambil napas dalam dan hipnosis.



B.     KONSEP KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.       Riwayat Kesehatan
-          Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
-          Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
b.      Pemeriksaan Fisik
1)      Aktivitas/istirahat
Gejala : nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memburuk dengan stress dengan sendi, kekakuan senda pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris.
Tanda : malaise, keterbatasan ruang gerak, atrofi otot, kulit kontraktur atau kelainan pada sendi dan otot.
2)      Kardiovaskur
Gejala : fenomena Raynaud jari tangan/kaki, missal pucat intermitten, sianotik kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal
3)      Integritas ego
Gejala : factor-faktor stress akut/kronis missal finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, factor-faktor hubungan social, keputusan dan ketidakberdayaan. Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas diri missal ketergantungan pada orang lain, dan perubahan bentuk anggota tubuh
4)      Makanan / cairan
Gejala : ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengonsumsi makanan atau cairan adekuat : mual, anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : penurunan berat badan, dan membrane mukosa kering.
5)      Hygiene
Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi secara mandiri, ketergantungan pada orang lain.
6)      Neurosensory
Gejala : kebas/ kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda : pembengkakan sendi simetri
7)      Nyeri/kenyamanan
Gejala : fase akut dari nyeri ( disertai / tidak disertai pembengkakan jaringan lunak pada sendi ), rasa nyeri kronis dan kekakuan ( terutama pada pagi hari ).
8)      Keamanan
Gejala : kulit mengkilat, tegang, nodus subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki, kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga, demam ringan menetap, kekeringan pada mata, dan membrane mukosa.
9)      Interaksi social
Gejala : kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan peran, isolasi.
c.       Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Intoleransi Aktivitas b/d tirah baring dan imobilitas, kelemahan umum, gaya hidup kurang gerak
b.      Ansietas b/d ancaman atau perubahan pada kesehatan, kebutuhan yang tidak terpenuhi
c.       Gangguan citra tubuh b/d penyakit, ditandai dengan deformitas sendi
d.      Resiko jatuh b/d penurunan kekuatan ekstremitas bawah, kelemahan umum
e.       Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit b/d keterbatasan kognitif, kurang familier dengan sumber-sumber informasi
f.       Nyeri b/d penyempitan rongga sendi
g.      Defisit perawatan diri b/d gangguan muskuloskeletal, kelemahan

3.      Intervensi Keperawatan
a.       Intoleransi Aktivitas b/d tirah baring dan imobilitas, kelemahan umum, gaya hidup kurang gerak
Kriteria Hasil :
·         Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan
·         Menunjukkan toleransi aktivitas
·         Mendemonstrasikan penghematan energi
Intervensi :
1)      Kaji tingkat kemampuan klien berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi.
2)      Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
3)      Tentukan penyebab keletihan
4)      Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energi yang adekuat

b.      Ansietas b/d ancaman atau perubahan pada kesehatan, kebutuhan yang tidak terpenuhi
Kriteria hasil :
·         Ansietas berkurang, dibuktikan oleh tingkat ansietas hanya ringan hingga sedang
·         Menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas yang dibuktikan oleh indikator 1-5 (tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu)
Intervensi :
1)      Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien
2)      Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil menurunkan ansietas
3)      Bantu pengalihan ansietas melalui radio, TV, permainan untuk menurunkan ansietas dan memperluas fokus
4)      Kolaborasi pemberian obat untuk menurunkan ansietas

c.       Gangguan citra tubuh b/d penyakit, ditandai dengan deformitas sendi
Kriteria Hasil :
·         Gangguan citra tubuh berkurang yang dibuktikan oleh selalu menunjukkan adaptasi dengan ketunadayaan fisik
·         Menunjukkan citra tubuh
Intervensi :
1)      Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan nonverbal pasien terhadap tubuh klien
2)      Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan klien
3)      Tentukan harapan klien tentang citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan

d.      Resiko jatuh b/d penurunan kekuatan ekstremitas bawah, kelemahan umum
Kriteria Hasil :
·         Resiko jatuh akan menurun atau terbatas, yang dibuktikan oleh keseimbangan, gerakan terkoordinasi, perilaku pencegahan jatuh, kejadian jatuh, dan pengetahuan : Pencegahan Jatuh
Intervensi :
1)      Lakukan pengkajian resiko jatuh pada pasien
2)      Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi jatuh
3)      Ajarkan klien bagaimana posisi terjatuh yang dapat meminimalkan cedera
4)      Bantu pasien saat ambulasi
5)      Sediakan alat bantu berjalan

e.       Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit b/d keterbatasan kognitif, kurang familier dengan sumber-sumber informasi
Kriteria Hasil :
·         Mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan tentang proses penyakit
Intervensi :
1)      Kaji tingkat pengetahuan klien saat ini dan pemahaman terhdapa materi
2)      Tetapkan tujuan pembelajaran bersama yang realistis dengan klien
3)      Pilih metode dan strategi penyuluhan yang sesuai
4)      Beri waktu pada klien untuk mengajukan pertanyaan dan mendiskusikan permasalahannya

f.       Nyeri b/d penyempitan rongga sendi
Kriteria Hasil :
·         Melaporkan nyeri dapat dikendalikan
·         Menunjukkan pengurangan tingkat nyeri
Intevensi :
1)      Kaji tingkat nyeri
2)      Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis pengendalian nyeri setelah atau selama aktivitas yang menimbulkan nyeri
3)      Kolaborasi pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri (berat)
4)      Kendalikan faktor lingkungan yang memengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan

g.      Defisit perawatan diri b/d gangguan muskuloskeletal, kelemahan
Kriteria Hasil :
·         Menunjukkan perawatan diri : Aktivitas kehidupan sehari-hari dapat terpenuhi
Intervensi :
1)      Kaji kemampuan personal hygiene
2)      Pantau adanya perubahan kemampuan fungsi
3)      Dukung kemandirian klien dalam personal hygiene, bantu klien hanya jika diperlukan
4)      Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan
5)      Akomodasi pilihan dan kebutuhan klien seoptimal mungkin

4.      Evaluasi



DAFTAR PUSTAKA

Aby, Ahmad. 2014. Osteoarthritis OA atau Pengapuran Sendi. http://ahmadaby.blogspot.com. Diakses tanggal 8 Oktober 2014, 18:15 WITA
Anonim. 2012. Osteoarthritis Knee-Pain. http://www.singhealth.com.sg/Patientcare/Overseas-Referral/bh/Conditions/Pages/Osteoarthritis-Knee-Pain.aspx. Diakses tanggal 8 Oktober 2014, 18:27 WITA
Cania, Murni. 2014. Askep Osteoarthritis. http://murnicania.blogspot.com. Diakses tanggal 8 Oktober 2014, 18:17 WITA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku edisi 3. Jakarta : EGC
Idrus, Alwi, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi V, jilid III. Jakarta : Internal Publishing
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal : Aplikasi Pada Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta : EGC
Nurma, Ningsih lukman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer C. Suzannne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Alih Bahasa Andry Hartono, dkk. Jakarta : EGC
Soeparman, A. 1995. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FK UI
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith.M, Nancy R.Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC.Edisi 9. Jakarta : EGC
Zairin, Noor Helmi. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika