Tuesday 22 July 2014

LP Appendisitis

KONSEP MEDIS APPENDISITIS
A.    Defenisi
Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997). Appendisitis merupakan kasus terbanyak pada bedah emergensi. Insiden tinggi di Negara  maju (diet serat rendah). Terutama umur 10-  30 tahun dan pria lebih banyak yang menderita daripada wanita.
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai  30 tahun.  ( Mansjoer, 2000).
Apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan kedalam  lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Asosieted Lymphoid Tissue)  yang terdapat sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IGA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh  (Syamsuhidjayat, 2004).

B.     Etiologi
Faktor penyebabnya adalah:
1.      Obstruksi
a.       Hiperplasia kelenjar limpfoid
b.      Fekalit/massa keras dari fases, benda asing
c.       Tumor, struktur, kinking apendiks
d.      Obstruksi fungsional: tekanan intra sekal tinggi akibat konstipasi
2.      Infeksi
E. Coli, Streptococcus, B. Histolitica

C.     Patofisiologi
Apendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi yang terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks, dimana menyebbakan tekanan intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menimbulkan infeksi pada daerah tersebut. Pada sebagaian kecil kasus, infeksi dapat terjadi semerta-merta secara hematogen dari tempat lain sehingga tidak ditemukan adanya obstruksi. 2
Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh dinding apendiks pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap inflamasi lokal ini adalah menutup apendiks dengan struktur lain yaitu omentum, usus halus, dan adneksa. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya masa periapendikuler, yang disebut juga infiltrat apendiks. Pada infilitrat apendiks, terdapat jaringan nekrotik yang dapat saja terbentuk menjadi abses sehingga menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya pada pasien apendisits. Pada sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu dan dapat langsung berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya tahan tubuh yang rendah dapat meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis sehingga risiko perforasi lebih besar.
Appendisitis yang terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intra luminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif dalam beberapa jam, trlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Appendiks terinflamasi berisi pus

D.    Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari appendisitis antara lain:
1.    Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
2.    Mual, muntah
3.    Anoreksia, malaisse
4.    Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
5.    Spasme otot
6.    Konstipasi, diare (Brunner & Suddart, 1997).

E.     Pemeriksaan Diagnostik
1.    Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai 75%
2.    Urinalisis         : normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
3.    Foto abdomen: Adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus terlokalisir
4.    Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah (Doenges, 1993; Brunner & Suddart, 1997).

F.      Komplikasi
1.      Peritonitis
Peritonitis merupakan proses peradangan lokal atau umum pada peritoneum. Peritonitis  disertai rasa sakit yang semakin hebat, rasa nyeri, kembung, demam dan keracunan.
2.      Perforasi
Karena dinding apendiks mengalami ganggren, rasa sakit yang bertambah, demam tinggi, rasa nyeri yang menyebar dan jumlah leukosit yang tinggi merupakan tanda kemungkinan  terjadinya perforasi.
3.      Pieloflebitis
Adalah tromboplebitis septik vena portal ditandai dengan demam yang tinggi, panas dingin menggigil dan ikterus.
4.      Abses apendiks
Terasa suatu massa  lunak dikuadran kanan bawah atau didaerah pelvis.  Massa ini mula-mula berupa flegmen  tetapi dapat berkembang menjadi rongga yang mengandung nanah.  

G.    Penatalaksanaan
1.    Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan
2.    Antibiotik  dan cairan IV diberikan sampai pembedhan dilakukan
3.    Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan
4.    Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Brunner & Suddart, 1997)


H.    Pencegahan
Menurut Conectique (2007), pencegahan penyakit apendisitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu  :
1.      Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakan makanan dalam saluran cerna sehingga tidak tertumpuk lama dan mengeras.
2.      Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar juga akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara keseluruhan.

I.       Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis kronis sebenarnya tidak ada. (Mansjoer, 2000)





KONSEP KEPERAWATAN APPENDISITIS
A.    Pengkajian
1.      Aktivitas/ istirahat: Malaise
2.      Sirkulasi : Tachikardi
3.      Eliminasi
·         Konstipasi pada  awitan awal
·         Diare (kadang-kadang)
·         Distensi abdomen
·         Nyeri tekan/lepas abdomen
·         Penurunan bising usus
4.      Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah
5.      Kenyamanan
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam
6.      Keamanan : demam
7.      Pernapasan
·         Tachipnea
·         Pernapasan dangkal
(Brunner & Suddart, 1997)

B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat ditegakkan :
1.      Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi
2.      Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah
3.      Resiko tinggi kekurangan cairan tubuhb.d inflamasi peritoneum dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi
4.      Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan  b.d kurang informasi

C.     Intervensi Keperawatan
1.      Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria:
·      Penyembuhan luka berjalan baik
·      Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen
·      Tekanan darah >90/60 mmHg
·      Nadi < 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal
·      Abdomen lunak, tidak ada distensi
·      Bising usus 5-34 x/menit
Intervensi:
a. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi hebat
b.      Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya pernapasan cepat dan dangkal
c.       Kaji abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising usus
d.      Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik
e.       Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain, eriitema
f.       Kolaborasi: antibiotik
2.      Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah
Kriteria hasil:
·         Persepsi subyektif tentang nyeri menurun
·         Tampak rileks
·         Pasien dapat istirahat dengan cukup
Intervensi:
a.       Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik nyeri
b.      Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
c.       Dorong untuk ambulasi dini
d.      Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat untuk membantu melepaskan otot yang tegang
e.       Hindari tekanan area popliteal
f.       Berikan antiemetik, analgetik sesuai program
3.      Resiko tinggi kekurangan cairan tubuhb.d inflamasi peritoneum dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi
Kriteria hasil;
·      Membran mukosa lembab
·      Turgor kulit baik
·      Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
·      Tanda vital stabil
Intervensi:
a.       Awasi tekanan darah dan tanda vial
b.      Kaji turgor kulit, membran mukosa, capilary refill
c.       Monitor masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi
d.      Auskultasi bising usus. Catat kelancara flatus
e.       Berikan perawatan mulut sering
f.       Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
g.      Berikan cairan IV dan Elektrolit
4.      Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan  b.d kurang informasi
Kriteria:
·   Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan
·   Berpartisipasidalam program pengobatan
Intervensi
a.       Kaji ulang embatasan aktivitas paska oerasi
b.      Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahatperiodik
c.       Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi
d.      Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase

D.    Evaluasi
1.      Fungsi Gastrointestinal anak kembali normal, meliputi asupan diet pra operasi dan fungsi defekasi yang normal
2.      Nyeri yang dialami anak menjadi minimal
3.      Anak akan terbebas dari infeksi

4.      Anak dan keluarga memahami perawatan dirumah dan perlunya tindak lanjut

Otitis Eksterna


A.    Definisi
Otitis eksterna adalah radang merata kulit liang telinga yang disebabkan oleh kuman maupun jamur (otomikosis) dengan tanda-tanda khas yaitu rasa tidak enak diliang telinga, deskuamasi, sekret di liang telinga dan kecenderungan untuk kekambuhan.
Otitis eksterna adalah suatu infeksi pada saluran telinga. Infeksi ini bisa menyerang seluruh saluran (otitis eksterna generalisata) atau hanya pada daerah tertentu sebagai bisul (furunkel). Otitis eksterna seringkali disebut sebagai telinga perenang (swimmer's ear).
Otitis Eksterna adalah radang telinga eksterna. (Kamus saku Kedokteran DORLAND. 2002) Otitis eksterna adalah radang telinga akut maupun kronik yang disebabkan bakteri. Sering kali timbul dengan penyebab lain seperti jamur, alergi, atau virus. (Kapita Selekta Kedokteran, 2003).

B.     Klasifikasi
Menurut MM. Carr secara klinik otitis eksterna terbagi:
1.     Otitis Eksterna Ringan: kulit liang telinga hiperemis dan eksudat, liang telinga menyempit.
2.     Otitis Eksterna Sedang: liang telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan eksudat positif.
3.     Otitis Eksterna Komplikasi: Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak.
4.     Otitis Eksterna Kronik: Kulit liang telinga/pina menebal, keriput, eritema positif.

Otitis eksterna diklasifikasikan atas :
1.      Otitis eksterna akut :
a.       Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel)
b.      Otitis eksterna difus
2.      Otitis eksterna kronik
Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel) adalah otitis eksterna lokal yang bermula dari infeksi folikel rambut dan menimbulkan furunkel pada sepertiga luar dari liang telinga luar (meatus akustikus eksternus). Otitis eksterna difus adalah otitis eksterna yang dapat disebabkan bakteri (Pseudomonas, Stafilokokus, Proteus) atau jamur pada dua per tiga dalam dari liang telinga luar (meatus akustikus eksternus). Otitis eksterna kronik adalah otitis eksterna yang berlangsung lama dan ditandai oleh terbentuknya jaringan parut (sikatriks). Adanya sikatriks menyebabkan liang telinga menyempit

C.     Etiologi
Etiologi otitis eksterna dibagi menjadi:
1.      Otitis Eksterna Sirkumskripta
Etiologi: Staphylococus aureus, staphylococus albus.
2.      Otitis Eeksterna Difus
Etiologi: Pseudomonas, Staphylococus Albus, Eschericia coli dan Enterobacter Aerogenes. Otitis eksterna difus dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis.
3.      Otomikosis
Etiologi: Jamur Aspergillus, Candida Albican
4.      Otitis Eksterna Maligna
Etiologi: Pseudomonas.

D.    Faktor Predisposisi
a.       Faktor Eksogen
1.      Udara yang hangat dan lembab
2.      pH liang telinga
3.      Trauma ringan
4.      Berenang.
5.      Alergi
6.      Benda asing dalam telinga. (Kapita Selekta Kedokteran, 2001)

b.      Faktor Endogen
1.      Diabetes Melitus
2.      Irigasi Telinga
3.      Imunodefisiensi/ imunosupresi

E.     Patofisiologi
Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud (kapas pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana.
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembut pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur.
Infeksi oleh kuman pada kulit disepertiga luar liang telinga yang mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen membentuk furunkel.
Stadium prainflamasi timbul bila lapisan lipid meatus akusticus eksternus terlepas karena lembab atau trauma menimbulkan edema epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma lokal yang memudahkan bakteri masuk melalui kulit, terjadi inflamasi dan cairan eksudat. Rasa gatal memicu terjadinya iritasi, berikutnya infeksi lalu terjadi pembengkakan dan akhirnya menimbulkan rasa nyeri.
Proses infeksi menyebabkan peningkatan suhu lalu menimbulkan perubahan rasa nyaman dalam telinga. Selain itu, proses infeksi akan mengeluarkan cairan / nanah yang bisa menumpuk dalam liang telinga (meatus akustikus eksterna) sehingga hantaran suara akan terhalang dan terjadilah penurunan pendengaran.
Bakteri patogen yang sering menyebabkan otitis eksterna yaitu Pseudomonas (41%), Streptokokus (22%), Stafilokokus aureus (15%) dan Bakteroides (11%) (Oghalai, 2003).
Infeksi pada liang telinga luar dapat menyebar ke pinna, periaurikuler dan tulang temporal.
Otalgia pada otitis eksterna disebabkan :
a.       Kulit liang telinga luar beralaskan periostium & perikondrium bukan bantalan jaringan lemak sehingga memudahkan cedera atau trauma. Selain itu, edema dermis akan menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat.
b.       Kulit dan tulang rawan pada 1/3 luar liang telinga luar bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan sedikit saja pada daun telinga akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan liang telinga luar sehingga mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada penderita otitis eksterna.
Staduim kronik terdiri dari peradangan ringan dan infeksi yang menetap meskipun diberi terapi.

F.      Manifestasi Klinis
1.     Nyeri
2.     Gangguan pendengaran
3.     Rasa penuh pada telinga
4.     Gatal
5.     Terdapat secret yang berbau
6.     Liang telinga tampak bengkak
7.     Hiperemis
8.     Adanya edema
(Kapita Selekta Kedokteran, 2001).

G.    Komplikasi
Komplikasinya meliputi :
1.      Kondritis
2.      Parotitis
3.      Penyempitan saluran telinga
4.      Otitis kronik
5.      Defisit pendengaran
6.      Osteomielitis tulang temporal dan basis kranii
7.      Kelumpuhan syaraf fasial serta syaraf otak lain
8.      Kematian.

H.    Prognosis
Otitis eksterna ini adalah kondisi yang dapat diobati yang biasanya sembuh dengan cepat dengan pengobatan yang tepat. Paling sering, otitis eksterna dapat dengan mudah dengan obat tetes telinga antibiotik. Tapi, otitis eksterna kronik masih mungkin dijumpai kembali

I.       Penatalaksanaan
1.      Prinsip penatalaksanaan otitis eksterna a.l:
a.      Membersihkan liang telinga dengan pengisap atau kapas dengan berhati-hati.
b.      Penilaian terhadap sekret, edema dinding kanalis, dan membrana timpani bilamana mungkin keputusan apakah akan menggunakan sumbu untuk mengoleskan obat.
c.       Pemilihan pengobatan lokal.
2.      Acute localized external otitis/otitis eksterna sirkumskripta
a.       Bila sudah jadi abses, diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya
b.      Berikan antibiotika baik oral maupun topikal, selama ± 5 hari. Antibiotika yang digunakan biasanya sensitif kuman Staphylococcus aureus, yaitu neomycin atau polymixin B yang dikombinasi dengan kortikosteroid.
c.       Pemanasan
d.      Analgetika (mis : asam mefenamat dan antalgin)
Untuk mengobati otitis eksterna generalisata, pertama-tama dilakukan pembuangan sel-sel kulit mati yang terinfeksi dari saluran telinga dengan alat penghisap atau kapas kering. Setelah saluran telinga diersihkan, fungsi pendengaran biasanya kembali normal. Biasanya diberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotik selama beberapa hari.
Beberapa tetes telinga ada yang mengandung kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan. Kadang diberikan obat tetes telinga yang mengandung asam asetat untuk mengembalikan keasaman pada saluran telinga. Untuk mengurangi nyeri pada 24-48 jam pertama bisa diberikan aseteminofen atau kodein. Infeksi yang sudah menyebar keluar saluran telinga (selulitis) diobati dengan antibiotik peroral (melalui mulut).
Bisul dibiarkan pecah dengan sendirinya karena jika sengaja disayat bisa menyebabkan penyebaran infeksi. Obat tetes telinga yang mengandung antibiotik tidak efektif. Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan bisa dilakukan pengompresan hangat (sebentar saja) dan pemberian obat pereda nyeri.

Penatalaksanaan Otitis Eksterna
1.      Liang telinga dibersihkan dengan menggunakan kapas lidi.
2.      Pemasangan tampon pita ½ cm x 5 cm yang telah dibasahi dengan larutan Burowi filtrata pada MAE. Tampon secukupnya, tidak boleh diletakkan terlalu ke dalam (nyeri/bahaya melukai membran timpani, sulit mengeluarkan).
3.      Tampon setiap 2-3 jam sekali ditetesi dengan larutan Burowi agar tetap basah. Tampon diganti setiap hari. Larutan Burowi dapat diganti dengan tetes telinga yang mengandung steroid dan antibiotik.
4.      Apabila diduga infeksi kuman Pseudomonas diberikan tetes yang mengandung neomycine dan hydrocortisone.
5.      Pada infeksi jamur digunakan tetes telinga larutan asam salisilat 2-5% dalam alkohol 20%.
6.      Pada otitis eksterna kronik difus dapat diberikan triamsinolone 0,25% krim/salep atau dexamethasone 0,1%.
7.      Antibiotik oral tidak perlu diberikan. (Rukmini, 2005).

Penatalaksanaan otitis eksterna bertujuan :
1.      Membuang serumen, kotoran, dan sel-sel kulit mati dari liang telinga. Bersihkan dan keringkan menggunakan alat penghisap atau kapas kering.
2.      Mengeluarkan mikroorganisme. Masukkan tampon yang mengandung antibiotik ke dalam liang telinga untuk menghindari infeksi bakterial akut dan ulserasi. Berikan juga antibiotik sistemik jika perlu.
3.      Mengurangi rasa sakit, peradangan dan edema. Berikan obat golongan kortikosteroid misalnya metil prednisolon.
4.      Menghilangkan rasa tidak enak.
5.      Memulihkan pendengaran.
6.      Menghilangkan gatal dan penggarukan yang berulang. Terapi antifungal untuk menghindari infeksi jamur.
7.      Terapi antialergi dan antiparasit.
8.      Penatalaksanaan otitis eksterna kronik yaitu operasi rekonstruksi liang telinga.

J.       Pencegahan Otitis Eksterna
Telinga perenang kemungkinan dicegah dengan meneteskan cairan yang mengandung campuran alkohol dan cuka di dalam telinga sebelum dan sesudah berenang. Orang tersebut harus menghindari berenang di dalam air yang terpolusi, menggunakan semprotan rambut, dan menghabiskan waktu yang lama di air hangat, iklim yang lembab. Berusaha untuk membersihkan saluran dengan lap kapas mengganggu mekanisme membersihkan-sendiri yang normal dan bisa mendorong serpihan ke dalam gendang telinga, dimana kotoran menumpuk. Juga, tindakan ini bisa menyebabkan kerusakan kecil yang mempengaruhi otitis eksternal (Abdullah, 2003).


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.                PENGKAJIAN KEPERAWATAN             
1.      Biodata
a.       Identitas klien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor register, dandiagnosa medis.
b.      Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, usia, pendidikan,pekerjaan/sumber penghasilan, agama, dan alamat.
c.       Identitas saudara kandung meliputi nama, usia, jenis kelamin, hubungandengan klien, dan status kesehatan.
2.      Keluhan Utama:  Biasanya pasien merasakan nyeri pada telinga kanan, perasaan tidak enak pada telinga, pendengaran berkurang, ketika membersihkan telinga keluar cairan berbau busuk
3.      Riwayat penyakit sekarang: pasien mengatakan Tanyakan sejak kapan keluhan dirasakan, apakah tiba-tiba atau perlahan-lahan, sejauh mana keluhan dirasakan, apa yang memperberat dan memperingan keluhan dan apa usaha yang telah dilakukan untuk mengurangi keluhan.
4.      Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan pada klien dan keluarganya ; apakah klien dahulu    pernah menderita sakit seperti ini, apakah sebelumnya pernah menderita penyakit lain, seperti panas tinggi, kejang, apakah klien sering mengorek-ngorek telinga dengan jepit rambut atau cutton buds sehingga terjadi trauma, apakah klien sering berenang.
5.      Riwayat penyakit keluarga: Apakah ada diantara anggota keluarga klien yang menderita penyakit seperti klien saat ini dan apakah keluarga pernah menderita penyakit DM.
6.      Pemeriksaan Fisik
a.       Inspeksi :
Inspeksi liang telinga, perhatikan adanya cairan atau bau, pembengkakan pada MAE, warna kulit telinga, apakah terdapat benda asing, peradangan, tumor. Inspeksi dapat menggunakan alat otoskopik (untuk melihat MAE sampai ke membran timpany). Apakah suhu tubuh klien meningkat.
b.      Palpasi:
Lakukan penekanan ringan pada daun telinga, jika terjadi respon nyeri dari klien, maka dapat dipastikan klien menderita otitis eksterna sirkumskripta.
7.      Pemenuhan kebutusan dasar manusia
a.       Pola pemenuhan nutrisi metabolik
-             Intake makanan dan cairan
b.      Pola Persepsi Konsep Diri
-             Pandangan klien tentang sakitnya
-             Kecemasan
-             Konsep Diri
c.       Pola peran dan hubungan
-             Komunikasi hubungan dengan orang lain, kemampuan keuangan


B.                 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Nyeri Akut Berhubungan dengan proses inflamasi
2.      Gangguan persepsi pendengaran berhubungan dengan penurunan fungsi organ
3.      Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
4.      Cemas berhubungan dengan koping mal adaptif
5.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi
C.                  INTERVENSI


Diagnosa Keperawatan
 Tujuan  dan Kriteria  hasil
Intervensi
Nyeri Akut Berhubungan dengan proses inflamasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam  diharapkan klien  tidak mengalami nyeri dengan kriteria hasil :
1.       Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri,mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri,mencari bantuan )
2.      Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3.      Mampu mengenali nyeri skala dan intensitas,frekuensi dan tanda nyeri.
4.      Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5.      Tanda vital dalam rentang normal.
a.       Kaji nyeri atau ketidaknyamanan pada klien pada skala 0-10
R/: Karakteristik nyeri dapat menunjukkan derajat berat/ ringannya penyakit
b.      Lakukan manajemen nyeri dengan teknik nonfarmakologis misalnya kompres hangat atau dingin dan masase pada saat sebelum, setelah dan jika memungkinkan selama aktivitas yang menimbulkan nyeri.
R/: Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan meningkatkan kemampuan koping
c.        Anjurkan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai
R/: Mencoba untuk mentolenransi nyeri, daripada meminta analgetik
d.      Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
R/:nyeri bervariasi dari ringan sampai berat dan perlu penanganan untuk memudahkan istirahat adekuat dan penyembuhan.







Gangguan persepsi pendengaran b.d penurunan fungsi organ












Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam,gagguan persepsi sensori dapat teratasi dengan kriteria hasil :
 Mampu menunjukan pemahaman / sinyal respon
NIC :
a.       Berbicara dengan suara yang jelas
R/ : memudahkan klien untuk mendengar dan memhami komunikasi terkait dengan tindakan yang akan dilakukan.  
b.      Menggunakan kalimat atau bahasa yang mudah dimengerti
R/: membantu pasien untuk memahami informasi terkait dengan penyakitnya.
c.       Berdiri dihadapan klien  saat berbicara
R/: menjaga kelangsunan proses komunikasi selama pemberian tindakan

Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi



































Cemas berhubungan dengan koping mal adaptif




































































Kurang pengetahuan
berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi




Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 kali 24 jam suhu tubuh klien normal,dengan criteria hasil :
Pasien akan menunjukkan Termoregulasi ditandai dengan suhu normal tubuh 36o-37oC.

































Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 kali 24 jam,cemas klien dapat berkurang dengan criteria hasil :
a.      Ansietas berkurang, dibuktikan oleh bukti tingkat ansietas hanya ringan sampai sedang, dan selalu menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, konsentrasi dan koping.
b.     Menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut :
-          Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan
-          Menggunakan tekhnik relaksasi untuk meradakan ansietas.








































Setelah melakukan tindakan keperawatan selama 2 kali 24 jam klien mengerti: Proses penyakit otitis eksterna dengan kriteria hasil :
- klien mampu memahami  proses penyakitnya

a.    Pantau tekanan darah,suhu, denyut nadi dan frekuensi pernapasan.
R/: tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
b.   Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter sehari, dengan tambahan cairan selama aktivitas yang berlebihan atau aktivitas sedang dalam cuaca panas.
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
c.    Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu tubuh.
R/: Untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia (misalnya, sengatan panas, dan keletihan akibat panas)
d.   Kolaboratif: Berikan obat antipiuretik,jika perlu.
R:/Pemberian terapi penting bagi pasian dengan suhu tinggi.
a.    Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
R/ : faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial siklus ansietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik untuk mengontrol ansietas.
b.   Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas.
R/ : membantu pasien menurunkan ansietas dan memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata.
c.    Berikan informasi faktual menyangkut diagnosis, terapi,dan prognosis.
R/: menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
d.   Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya di alami selama prosedur.
R/: memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi, kerjasama penuh penting untuk keberhasilan hasil setelah prosedur
e.    Ajarkan teknik relaksasi misalnya imajinasi terbinbing, visualisasi.
R/ : memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan Ansietas  dan meningkatkan proses penyembuhan
f.    Kolaborasi pemberian obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu.
R/: dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan memudahkan istirahat.
a.    Kaji tingkat pengetahuan klien saat ini dan pemahaman terhadap proses penyakitnya.
R/: Mengetahui sejauh mana pasien paham tingkat penyakitnya
b.   Tentukan motivasi pasien untuk mempelajari informasi tentang proses penyakitnya.
R/: Pengetahuan pasien tentang penyakitnya dapat dikendalikan dengan informasi penyakit
c.      Berikan penyuluhan tentang proses penyakitnya sesuai dengan tingkat pemahaman pasien, ulangi informasi bila diperlukan
R/: Pengetahuan pasien tentang penyakitnya dapat dikendalikan dengan informasi penyakit
d.     Gunakan berbagai pendekatan penyuluhan, redemonstrasi, dan berikan umpan balik secara verbal dan tertulis.
R/: pasien mengetahui sesuatu yang berhubungan dengan penyakitnya
e.      Kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang terkait dalam pemberian informasi sumber-sumber komunitas yang dapat menolong pasien dalam mempertahankan program terapi.
R/: dengan kolaborasi pencegahan otitis dapat di lakukan dengan baik