Tugas Kelompok
Dosen pembimbing : Ir. H. Kasim Saguni, MA
KEPERAWATAN
ISLAMI:
SOP
PENDAMPINGAN SHALAT
OLEH:
MUSRIVAH (70300112006)
NURRAHMAYANI (70300112023)
MUKARRAMAH (703001120 )
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS
KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dampak
globalisasi dewasa ini semakin terasa dikalangan masyarakat, hal ini
mempengaruhi banyak aspek, salah satunya yaitu perilaku individu. Dalam aspek
perilaku ini, sebagai contoh kecendrungan kriminalitas yang meningkat.
Peredaran NAPZA yang semakin merajalela, kemiskinan, pengangguran, dan
sebagainya akan menyebabkan masalah yang serius terhadap pembangunan yang
berwawasan kesehatan. Contoh lainnya yaitu kemudahan transportasi, komunikasi
dan penyebarluasan berbagai informasi berpengaruh juga terhadap penyalahgunaan
narkotika, obat psikotropika dan zat adiktif lainnya, penyakit, perilaku seks
bebas dan gaya hidup tidak sehat lainnya. Hal ini akan mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat.
Penurunan
derajat kesehatan ini menjadikan makin bertambahnya jumlah individu yang sakit.
Menurut
Mechanic (1992) seseorang yang sedang sakit umumnya mempunyai perilaku yang meliputi cara
seseorang memantau tubuhnya, mendefinisikan
dan menginterprestasikan gejala yang dialaminya dan melakukan upaya penyembuhan dan menggunakan
sistem pelayanan kesehatan (Perry & Potter, 2005). Sistem pelayanan
kesehatan yang biasanya dipilih adalah mendatangi Puskesmas, Rumah Sakit atau
Klinik Kesehatan.
Kesehatan
merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan
nikmat Allah yang paling berharga dalam kehidupan ini. Dimensi sehat dalam
agama Islam bukan semata memberikan panduan bagaimana secara fisik manusia
mengupayakan kesehatan jasmaninya melaikan kesehatan rohaninya juga.
Sebagai
kaum muslim, kita memiliki kewajiban yang harus dipenuhi, antara lain shalat 5
waktu, berpuasa, bersedekah, berbuat baik kepada sesama mahluk ciptaan Allah
Swt. Kewajiban ini hukumnya wajib dan tidak boleh ditinggalkan karena suatu hal
tertentu. Terutama shalat 5 waktu.
Dalam
hal hospitalisasi, kemungkinan beberapa aktivitas akan terganggu. Sama halnya
dengan aktivitas shalat 5 waktu bagi kaum muslim. Islam menekankan bahwa shalat
merupakan kewajiban yang harus tetap dikerjakan dalam keadaan bagaimanapun,
baik pada waktu sehat maupun dalam keadaan sakit. Orang yang sedang sakit harus
tetap melaksanakan salat lima waktu, selama akal dan ingatannya masih normal.
Seperti
disebutkan dalam Sabda Rasulullah Saw:
اَلصَّلَاةُ
عِمَادُ الدِّيْنِ فَمَنْ اَقَامَهَا فَقَدْ اَقَامَ الدِّيْنِ, وَمَنْ تَرَكَهَا
فَقَدْ هَدَمَ الدِّيْنَ .رواه البيهقي
Artinya:
“Salat itu tiang agama, barang siapa mendirikan salat sungguh ia telah mendirikan agama, dan barang siapa yang meninggalkan salat sungguh ia telah meruntuhkan agama.” (HR. Baihaqi)
“Salat itu tiang agama, barang siapa mendirikan salat sungguh ia telah mendirikan agama, dan barang siapa yang meninggalkan salat sungguh ia telah meruntuhkan agama.” (HR. Baihaqi)
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
tata cara shalat yang dianjurkan bagi orang sakit?
2. Bagaimana
Hukum tata cara shalat tsb?
3. Bagaimana
Peran Perawat dalam Pendampingan Shalat bagi orang sakit dan dirawat?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tata
Cara Shalat Bagi Orang Sakit
Ketika
seorang muslim meninggal dunia, amal ibadah yang pertama diperiksa dihadapan
Allah Swt. Adalah ibadah salatnya. Jika salatnya benar, maka amal ibadah yang
lainnya pun akan benar. Dengan demikian, kewajiban melaksanakan salat merupakan
kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar oleh setiap muslim dimanapun berada.
Rasulullah
Saw bersabda:
اَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ اْلعَبْدُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ الصَّلاَةُ فَاِنْ
صَلُحَتْ صَلُحَ سَائِرُ عَمَلِهِ وَاِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ .رواه
الطبرانى
Artinya:
“ Amal yang pertama kali akan dihisab untuk seseorang hamba nanti pada hari kiamat ialah salat maka apabila salatnya baik (lengkap) maka baiklah seluruh amalannya yang lain, dan jika salatnya itu rusak (kurang lengkap) maka rusaklah segala amalannya yang lain.” (HR.Tabrani)
“ Amal yang pertama kali akan dihisab untuk seseorang hamba nanti pada hari kiamat ialah salat maka apabila salatnya baik (lengkap) maka baiklah seluruh amalannya yang lain, dan jika salatnya itu rusak (kurang lengkap) maka rusaklah segala amalannya yang lain.” (HR.Tabrani)
Orang yang
sedang sakit harus tetap melaksanakan salat lima waktu, selama akal dan
ingatannya masih normal. Cara melaksanakannya sesuai dengan kemampuan orang
yang sakit tersebut. Jika tidak mampu sambil berdiri, ia boleh salat sambil
duduk. Jika tidak mampu sambil duduk, ia boleh salat sambil berbaring.
Rasulullah
Saw bersabda:
يُصَلِّ
اْلمَرِيْضُ قَاِئمًا اِنِ اسْتَطَاعَ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ صَلَّى قَائِدًا
فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ اَنْ يَسْجُدَ اَوْ مَاعَ بِرَأْسِهِ وَجَعَلَ سُجُوْدَهُ
اَخْفَضُ مِنْ رُكُوْعِهِ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ اَنْ يُصَلِّيَ قَاِئدًا صَلَّى
عَلىَ جَنْبِهِ اْلَايْمَنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ اَنْ
يُصَلِّيَ عَلىَ جَنْبِهِ اْلَايْمَنِ صَلَّى مُسْتَلْقِيَارِجْلَاهُ مِمَّا يَلِيَ
اْلقِبْلَةَ .رواه الدارقتنى
Artinya:
“orang yang sakit jika akan mengerjakan salat hendaklah ia berdiri jika mampu, jika ia tidak mampu salat dengan berdiri, hendaklah ia salat dengan duduk, jika tidak mampu duduk, hendaklah ia mengisyaratkan saja dengan kepalanya, tetapi sujudnya lebih rendah dari pada rukuknya. Jika ia tidak mampu salat dengan duduk, hendaklah ia salat dengan berbaring pada lambung sebelah kanan dengan menghadap kiblat. Jika ia tidak mampu salat dengan berbaring pada lambung sebelah kanannya, hendaklah ia salat dengan telentang dan kedua kakinya dihadapkan ke arah kiblat.” (HR. Daruqutni)
“orang yang sakit jika akan mengerjakan salat hendaklah ia berdiri jika mampu, jika ia tidak mampu salat dengan berdiri, hendaklah ia salat dengan duduk, jika tidak mampu duduk, hendaklah ia mengisyaratkan saja dengan kepalanya, tetapi sujudnya lebih rendah dari pada rukuknya. Jika ia tidak mampu salat dengan duduk, hendaklah ia salat dengan berbaring pada lambung sebelah kanan dengan menghadap kiblat. Jika ia tidak mampu salat dengan berbaring pada lambung sebelah kanannya, hendaklah ia salat dengan telentang dan kedua kakinya dihadapkan ke arah kiblat.” (HR. Daruqutni)
1. Tata Cara Shalat
Duduk
Orang sakit yang tidak mampu berdiri maka melakukan
sholat wajib dengan duduk, berdasarkan hadits ‘Imrân bin Hushain dan ijma’ para
ulama. Ibnu Qudâmah rahimahullah menyatakan, “Para ulama telah
ber-ijma’ (bersepakat -ed) bahwa orang yang tidak mampu shalat berdiri maka
dibolehkan shalat dengan duduk.
Bagi orang yang salat sambil duduk, bacaannya sama
dengan orang yang sehat (sambil berdiri). Yang membedakan adalah keadaannya
saja. Berikut ini ada dua cara salat dengan posisi sambil duduk. Untuk lebih
jelasnya perhatikan gambar berkut ini:
Cara yang Pertama:
Penjelasan:
a. Ambillah posisi duduk dengan menghadap kiblat
seperti duduk diantara dua sujud, kemudian membaca niat untuk mengerjakan
salat.
b.
Cara
mengerjakan rukuknya dengan cara membungkuk sedikit,
c.
Cara mengerjakan
sujudnya sama seperti mengerjakan sujud pada salat biasa.
Cara yang kedua :
Penjelasan:
a. Menghadap kiblat dan berniat salat fardu sambil duduk,
b.
Rukuk dengan meletakkan tangan dilutut (sambil menundukan kepala)
c.
Sujud dengan cara membungkukan kepala dan badan
2. Tata Cara
Shalat Berbaring
Bagi orang yang sedang sakit
parah dan tidak mampu salat dengan duduk, ia diperbolehkan salat sambil
berbaring dengan cara sebagai berikut:
Penjelasan:
a. Dua kaki
diarahkan ke kiblat . kepala ditinggikan dengan alas bantal dan mukanya
diarahkan ke kiblat. Selanjutnya berniat lalu bertakbiratulihram dengan
mengangkat tangan,
b. Bersedekap,
kemudian membaca do’a iftitah dan seterusnya seperti bacaan salat biasa, rukuk
dan sujud cukup dengan isyarat,
c. Tahiyat awal
dan akhir dilakukan sesuai kemampuan atau dengan isyarat. Kedua tangan tidak
bersedekap
d. Jika
berbaring seperti diatas tidak mampu, boleh dikerjakan dengan cara berbaring
miring dan enghadap kiblat, rukuk dan sujudnya cukup menggerakan kepala menurut
kemampuannya.
e. Jika dengan
cara berbaring miringpun masih tidak mampu maka cukup dengan isyarat, baik
dengan kepala ataupun mata. Jika semuanya tidak mampu boleh dikerjakan dalam
hati, selagi jiwa dan akalnya masih menyatu alam raganya
B. Hukum
Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit
Di antara hukum-hukum
yang berhubungan dengan orang sakit dalam ibadah sholatnya adalah:
1. Orang
yang sakit tetap wajib sholat diwaktunya dan melaksanakannya menurut
kemampuannya [1], sebagaimana diperintahkan Allah Ta’ala dalam firman-Nya:
فَاتَّقُوا اللَّهَ
مَا اسْتَطَعْتُمْ
Maka
bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.
(Qs. At-Taghâbûn/ 64:16) dan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam hadits ‘Imrân bin Hushain:
كَانَتْ بِي بَوَاسِيرُ فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الصَّلَاةِ فَقَالَ صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ
لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
Pernah Penyakit wasir menimpaku, lalu akau bertanya kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang cara sholatnya. Maka beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Sholatlah dengan berdiri, apabila
tidak mampu maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah.”
(HR al-Bukhari no. 1117)
2. Apabila
berat melakukan setiap sholat pada waktunya maka diperbolehkan baginya untuk
men-jama’ (menggabung) antara shalat Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan ‘Isya baik
dengan jama’ taqdim atau ta’khir [2]. Hal ini melihat kepada yang termudah
baginya. Sedangkan shalat Shubuh maka tidak boleh dijama’ karena waktunya
terpisah dari shalat sebelum dan sesudahnya. Diantara dasar kebolehan ini adalah
hadits Ibnu Abas radhiallahu ‘anhuma yang menyatakan:
جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ
وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا
مَطَرٍ قَالَ (أَبُوْ كُرَيْبٍ) قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ
كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjama’ antara Zhuhur dan Ashar, Maghrib
dan Isya’ di kota Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Abu Kuraib berkata: Aku
bertanya kepada Ibnu Abas radhiallahu ‘anhuma: Mengapa beliau berbuat demikian?
Beliau radhiallahu ‘anhuma menjawab: Agar tidak menyusahkan umatnya. (HR
Muslim no. 705)
Dalam
hadits diatas jelaslah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
membolehkan kita menjama’ sholat karena adanya rasa berat yang menyusahkan (masyaqqoh)
dan jelas sakit merupakan masyaqqah. Hal ini juga dikuatkan dengan
menganalogikan orang sakit kepada orang yang terkena istihaadhoh yang
diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengakhirkan
sholat Zhuhur dan mempercepat Ashar dan mengakhirkan Maghrib dan mempercepat
Isya’.
3.
Orang yang sakit tidak boleh meninggalkan sholat wajib
dalam segala kondisinya selama akalnya masih baik.
4.
Orang sakit yang berat untuk mendatangi masjid
berjama’ah atau akan menambah dan atau memperlambat kesembuhannya bila sholat
berjamaah di masjid maka dibolehkan tidak sholat berjama’ah [5]. Imam Ibnu
al-Mundzir rahimahullah menyatakan: Tidak diketahui adanya perbedaan
pendapat diantara ulama bahwa orang sakit dibolehkan tidak sholat berjama’ah
karena sakitnya. Hal itu karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika sakit tidak hadir di Masjid dan berkata:
مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ
Perintahkan Abu
Bakar agar mengimami sholat. (Muttafaqun ‘Alaihi) [6]
C. Peran
Perawat dalam Pendampingan Shalat Bagi Orang yang Sakit dan Dirawat
Perawat
merupakan tenaga kesehatan yang paling sering dan paling lama berinteraksi
dengan klien. Sehingga perawat adalah pihak yang paling mengetahui perkembangan
kondisi kesehatan klien secara menyeluruh dan bertanggung jawab atas klien.
Perawat merupakan penolong utama klien dalam melaksanakan aktivitas penting
guna memelihara dan memulihkan kesehatan klien atau mencapai kematian yang
damai.
Sebagai
perawat muslim yang baik, kita harus bisa mendampingi dan membantu pasien dalam
kegiatannya. Contohnya ketika makan, minum obat, membersihkn diri, sampai
beribadah. Perawat harus tahu kebutuhan beribadah pasiennya sesuai dengan agama
yang dianut pasiennya
Bagi
mereka yang sakit melakukan ibadah sangat sulit.
Dalam hal ini yang membantu pasien adalah seorang perawat karena
sebagaimana ketahui bahwa perawat sebagai pendamping pasien, perawat
sebagai penolong pasien, dan perawat sebagai partner pasien. Pendek kata,
perawat berperan sebagai motivator dan edukator bagi pasien yang ditanganinya.
Peran
perawat sebagai pembimbing rohani selain peran utama merawat pasien secara
fisik(kesehatan) maupun secara psiko(kejiwaan) amatlah vital, karena perawat
hampir setiap waktu ada berada di samping pasien saat di rumah sakit. Maka
sangat wajib bagi seorang perawat mempunyai ilmu dan kemampuan dalam ilmu
kerohanian pasien selain hal medis. Semoga dengan materi ini kita dapat membuka
wawasan terhadap para perawat muslim bahwa tugas perawat bukan hanya
menyembuhkan fisik di dunia saja namun juga membantu urusan akhirat kelak.
Suatu
kewajiban apabila pasien muslim melakasanakan ibadah solat, sebagai perawat
diwajibkan untuk mengingatkan solat terhadap pasien dan apabila pasien
membutuhkan pertolongan dalam bimbingan atau pendamping pada saat berwudhu dan
solat, perawat harus bersedia mendampingi pasien.
Adapun peran
perawat dalam membantu pasien dalam beribadah yaitu:
1.
Membimbing sholat
Setelah perawat mengkaji agama
pasien, yang harus dilakukan adalah menanyakan apakah pasien kita mampu
melakukan ibadahnya . Jadi, tugas kita disini adalah mendampingi pasien
tersebut dan membantu segala keterbatasan fisiknya. Tentu bantuan disini disesuaikan
dengan agama pasien dan bagaimana keadaan pasien sendiri. Apabila dia muslim
maka:
-
Perawat hendaknya mengingatkan apabila waktu sholat
telah datang.
“Bukanlah menghadap wajahmu ke arah
timur dan barat itu suatu kebajikan, tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi,
dan yang mendermakan harta-harta yang dicintai kepada kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, orang-orang dalam perjalanan, para peminta-minta, dan
(memerdekakan) hamba sahaya, menegakkan shalat dan menunaikan zakat, dan
orang-orang yang menepati janji apabila mereka berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam saat peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang bertaqwa.” (QS.Al-Baqarah : 177)
“Peliharalah semua shalat(mu), dan
(peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan
khusyu’” (Al-Baqarah : 238)
Berikut langkah- langkahnya :
a. Pertama,
kita menjelaskan fasilitas yang ada di kamar perawatan (nurse call, telepon,
fasilitas kamar mandi, arah kiblat). Lalu tanyakan kepada pasien apakah akan
melakukan sholat.
b. Kedua
,mengkaji apakah pasien mampu atau tidak melakukan sholat sendiri. Apabila
pasien tidak dapat melakukan sholat sendiri maka perawat harus bisa
membantu pasien,mulai dari wudlu/tayamumnya (apabila tidak bisa menggunakan
air) dan mempersiapkan peralatan untuk tayamum dan pendampingan saat sholat.
Apabila dia mampu melakukan sholat sendiri maka perawat hanya mengarahkan
Pasien tersebut untuk melakukan sholat.
c. Namun bila
ada keterbatasan gerak sehingga pasien tersebut tidak dapat berdiri peran
perawat adalah membantu pasien untuk bersandar pada tembok, jika masih tidak
sanggup bersandar maka perawat mengubah posisi pasien tersebut duduk untuk shalat.
Jika pasien masih tidak sanggup duduk, maka posisi pasien pada saat
sholat sambil berbaring menghadap kiblat dengan miring di sisi kanan dapat
dilakukan. Jika tidak mampu untuk menghadap kiblat maka sholatlah sesuai dengan
arah posisinya. jika pasien tidak mampu berbaring, maka sholatlah dengan
posisi terlentang, kedua kakinya diarahkan ke arah kiblat dan kepalanya
diangkat sedikit untuk mengarahkan ke kiblat. Jika kakinya tidak bisa diarahkan
ke kiblat maka sholatlah sesuai dengan posisinya. Jika masih tidak mampu maka
jelaskan kepada pasien bahwa diperbolehkan shalat dengan isyarat,misalnya
dengan gerakan kepala, jika kepala tidak bisa maka boleh menggunakan isyarat
mata dengan cara pada saat ruku ataupun sujud dengan kedipan mata.
Untuk itulah perawat wajib
memberitahukan hal-hal diatas kepada pasien ataupun keluarga pasien.
sebagaimana firman ALLAH SWT
yang Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. (Q.S: 2;185).
selain firman diatas adalagi firman
dari ALLAH SWT
yang artinya: Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah
serta taatlah. (Q.S : 64;16).
Jika pasien tidak dapat berbuat apapun, maka pasien
tersebut wajib kita bimbing untuk bershalat dengan cara pasien tersebut
nershalat dengan hatinya. diniatkan dalam hatinya kalau kita sedang shalat
sambil membayangkan gerakan shalat.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sakit merupakan
kondisi yang menyebabkan keterbatasan gerak bagi individu yang menderita sakit.
Hal ini menyebabkan individu akan mencari bantuan pada lembaga-lembaga pemberi
pelayanan kesehatan untuk memulihkan kondisinya.
Klien yang sakit
dan dirawat, apabila ia tidak mampu shalat dalam keadaan berdiri maka ia
diperbolehkan duduk atau berbaring, bahkan jika tidak keduanya, maka cukup
hanya dengan diniatkan saja. Shalat dalam posisi duduk dan berbaring memiliki
tata caranya masing-masing
Kondisi ini
tidak lepas dari peran perawat dimana yang paling sering berinteraksi dan
berada disamping klien selama 24 jam adalah perawat. Fungsi perawat tidak hanya
membantu memulihkan konsidi fisiologis tubuh klien namun juga aspek rohaninya,
dalam hal ini sebagai perawat muslim membantu klien memenuhi kewajibannya dalam
shalat 5 waktu.
B. Saran
Mengingat
bagaimana aspek spiritual, yaitu shalat 5 waktu tidak boleh ditinggalkan bahkan
dalam keadaan sakit, maka penting bagi perawat untuk mengetahui langkah-langkah
mendampingi pasien melaksanakan kewajibannya itu. Disarankan bagi
perawat-perawat maupun calon perawat muslim untuk menguasai teknik pendampingan
shalat bagi klien.
DAFTAR
PUSTAKA
Ash Shiddieqy, HAsbi. 1951. Pedoman Shalat.
Jakarta : Penerbit Bulan Bintang
http://distarukim.sumutprov.go.id/web/isu.php,
Isu-Isu Strategis.
http://keperawatanreligionulfathea.wordpress.com/2013/05/17/peran-perawat-dalam-membimbing-pasien-ibadah/