Sunday, 8 June 2014

LP CHF

LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CONGESTIVE HEART FAILURE)

A.    KONSEP MEDIS
1.      Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat.
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
Tak ada definisi yang komprehensif. Gagal jantung lebih mudah dikenali pada pemeriksaan fisik klinik daripada didefinisikan.
Menurut Paul Wood (1958), suatu keadaan patofisiologis dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup disebut gagal jantung.
Menurut Society of Cardiology (1995), adanya gejala gagal jantung, yang reversibel dengan terapi, dan bukti objektif adanya disfungsi jantung.
Definisi yang lazim dianut para klinisi adalah definisi dari Poole Wilson, menyatakan bahwa gagal jantung adalah suatu sindrom klinik yang disebabkan oleh suatu kelainan jantung dan dapat dikenali respons hemodinamik, renal, neural, dan hormonal yang karakteristik.

2.      Etiologi
Gagal jantung merupakan hasil dari suatu kondisi yang menyebabkan overload volume, tekanan dan disfungsi miokard, gangguan pengisian, atau peningkatan kebutuhan metabolik.
a.         Penyakit jantung iskemik disertai disfungsi ventrikel kiri (penyebab tersering)
b.        Hipertensi
c.         Kardiomiopati
d.        Penyakit katup jantung
e.         Penyakit jantung bawaan (ASD, VSD)
f.         Penyakit perikardial
g.        Pada gagal jantung dengan curah tinggi, beban kerja jantung berlebihan mungkin terjadi akibat anemia, penyakit Paget, dan tirotoksikosis

Mungkin ada juga faktor pemicu, misalnya :
a.       Anemia
b.      Retensi cairan (obat Nonsteroid, penyakit ginjal)
c.       Infeksi (khususnya pada paru disertai penurunan PO2, endokarditis)
d.      Emboli Paru
e.       Obat inotropik negatif (beta-blocker, sebagian besar obat aritmia kecuali digoksin)

3.      Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

LAPORAN PENDAHULUAN CHF



4.      Manifestasi Klinis
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda, sesuai pembagian tsb.
a.       Gagal Jantung Kiri
1)      Dispnea d’Effort
2)      Fatigue
3)      Orthopnea
4)      Dispnea nokturnal paroksismal
5)      Batuk
6)      Pernafasan Cheynestokes
7)      Takikardia
8)      Ronchi
9)      Pembesaran jantung
10)  Irama derap
11)  Ventricular heaving
12)  Bunyi derap dan bunyi jantung S4
13)  Pulsus alternans
14)  Kongesti vena pulmonalis

b.      Gagal Jantung Kanan
1)      Fatigue
2)      Edema
3)      Liver Engorgement
4)      Anoreksia dan kembung
5)      Asites
6)      Hipertrofi jantung kanan
7)      Irama derap atrium kanan
8)      Murmur
9)      Tanda penyakit paru kronik
10)  Peningkatan tekanan Vena jugularis
11)  Hidrotoraks
12)  Hepatomegali

c.       Gagal Jantung Kongestif
1)      Dispnea nokturnal paroksismal atau orthopnea
2)      Peningkatan tekanan vena jugularis
3)      Ronchi basah tidak  nyaring
4)      Kardiomegali
5)      Edema paru akut
6)      Edema pergelangan kaki
7)      Batuk di malam hari
8)      Hepatomegali
9)      Efusi Pleura
10)  Takikardia (>120x/menit)
11)  Penurunan BB >4,5kg dalam 5 hari setelah terapi

5.      Klasifikasi
Ada 4 kategori utama yang diklasifikasikan, yaitu sebagai berikut :
a.       Backward vs Forward Failure
Backward failure dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu memompa volume darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan meningkatkan tekanan dalam ventrikel, atrium, dan sistem vena baik untuk jantung sisi kanan maupun jantung sisi kiri.
Efek Backward Failure
Kegagalan Ventrikel Kiri
Kegagalan Ventrikel Kanan
1.       Peningkatan volume dan tekanan dalam ventrikel kiri dan atrium kiri (preload)
2.       Edema paru
1.       Peningkatan volume dalam vena sirkulasi
2.       Peningkatan tekanan atrium kanan (preload)
3.       Hepatomegali dan splenomegali
4.       Edema prerifer dependen

Forward failure adalah akibat ketidakmampuan jantung mempertahankan curah jantung, yang kemudian menurunkan perfusi jaringan.
Efek Forward Failure
Kegagalan Ventrikel Kiri
Kegagalan Ventrikel Kanan
1.       Penurunan curah jantung
2.       Penurunan perfusi jaringan
3.       Peningkatan sekresi hormon renin, aldosteron dan ADH
4.       Peningkatan retensi garam dan air
5.       Peningkatan cairan volume extravaskuler
1.       Peningkatan volume darah
2.       Penurunan volume darah ke paru

b.      Low-Output vs High-Output Syndrome
Low-output syndrome terjadi bilamana jantung gagal sebagai pompa, yang mengakibatkan gangguan sirkulasi perifer dan vasokontriksi perifer.
Bila curah jantung normal atau diatas normal namun kebutuhan metabolik tubuh tidak mencukupi, maka high-output syndrome terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kebutuhan metabolik, misalnya pada hipertiroidisme, demam dan kehamilan, atau penyakit lain.

c.       Kegagalan Akut vs Kronik
Gagal jantung akut merupakan merupakan hasil dari kegagalan ventrikel kiri mungkin karena infark miokard, disfungsi katup dan hipertensi. Kejadiannya berlangsung cepat dimana mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif.
Gagal jantung kronik berkembang dalam waktu yang relatif cukup lama dan biasanya merupakan hasil akhir dari suatu peningkatan ketidakmampuan mekanisme kompensasi yang efektif.
d.      Kegagalan Ventrikel Kanan vs Vetrikel Kiri
Kegagalan ventrikel kiri secara tipikal disebabkan oleh hipertensi, Arteri Koroner, Katup jantung sisi kiri (mitral dan aorta).
Kegagalan ventrikel kanan sering disebabkan oleh gagal jantung kiri, gangguan katup trikuspidalis, atau pulmonal.

New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas, yaitu :
a.       Kelas 1 : bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
b.      Kelas 2 : bila pasien dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
c.       Kelas 3 : bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
d.      Kelas 4 : bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring

6.      Komplikasi
Menurut patric davay (2005), komplikasi gagal jantung kongestif adalah sebagai berikut :
a.       Efusi pleura: di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari kapiler masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus bawah darah.
b.      Aritmia: pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko untuk mengalami aritmia, biasanya disebabkan karena tachiaritmias ventrikuler yang akhirnya menyebabkan kematian mendadak
c.       Trombus ventrikuler kiri: pada gagal jntung kongestif akut dan kronik, pembesaran ventrikel kiri dan penurunan kardiac output beradaptasi terhadap adanya pembentukan thrombus pada ventrikel kiri. Ketika thrombus terbentuk, maka mengurangi kontraktilitas dari ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen dan lebih jauh gangguan perfusi. Pembentukan emboli dari thrombus dapat terjadi dan dapat disebabkan dari Cerebrivaskular accident (CVA)
d.      Hepatomegali: karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga menyebabkan perubahan fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan akhirnya sirosis.

7.      Prognosis
Mortalitas I tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup  tinggi (20-60%) dan berkaitan dengan derajat keparahannya. Data Frimingham yang dikumpulkan sebelum penggunaan vasodilatasi untuk gagal jantung menunjukkan mortalitas I tahun rerata sebesar 30% bila semua pasien dengan gagal jantung dikelompokkan bersama, dan lebih dari 60% pada NYHA kelas IV.
Maka kondisi ini memiliki prognosis yang lebih buruk daripada sebagian besar kanker. Kematian terjadi karena gagal jantung progresif atau secara mendadak (diduga karena aritmia) dengan frekuensi yang kurang lebih sama. Sejumlah faktor yang berkaitan dengan prognosis gagal jantung, yaitu :
a.       Klinis : semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas, dan gambaran klinis, semakin buruk prognosis.
b.      Hemodinamik : Semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup, dan fraksi ejeksi, semakin buruk prognosis.
c.       Biokimia : Terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin, renin, vasopresin, dan peptida natriuretik plasma. Hiponatremia dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk
d.      Aritmia : Fokus Ektopik ventrikel yang sering atau takikardia ventrikel pada pengawasan EKG ambulatori menandakan prognosis yang buruk. Belum jelas apakah aritmia ventrikel hanya merupakan penanda prognosis yang buruk atau apakah aritmia merupakan penyebab kematian.

Insidensi keseluruhan tahunan stroke atau tromboemboli pada gagal jantung sebesar 2%. Faktor predisposisi antara lain adalah imobilitas, curah jantung rendah, dilatasi ventrikel atau aneurisma. Resiko tahunan stroke pada penelitian gagal jantung sekitar 1,5% pada gagal jantung ringan/sedang dan 4% pada yang berat, dibandingkan dengan 0,5% pada kontrol.

8.      Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:
a.         Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi oksigen dengan pembatasan aktivitas.
b.        Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
c.         Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator.

Penatalaksanaan Medis
a.         Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas.
b.        Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
c.         Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.
d.        Digitalisasi
1)      dosis digitalis
·         Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
·         Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
·         Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2)      Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3)      Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
4)      Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
·         Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
·         Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
Sumber: Mansjoer dan Triyanti (2007)

Terapi Lain:
a.       Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaanoutput tinggi.
b.      Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
c.       Posisi setengah duduk.
d.      Oksigenasi (2-3 liter/menit).
e.       Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
f.       Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
g.      Hentikan rokok dan alkohol
h.      Revaskularisasi koroner
i.        Transplantasi jantung
j.        Kardoimioplasti

9.      Perawatan secara paliatif
Perawatan paliatif atau mendukung untuk mengatasi gejala, psikososial, atau eksistensial kesusahan dan strategi untuk mengelola dan mengatasi gagal jantung harus diberikan bersamaan dengan intervensi dalam memodifikasi penyakit berbasis bukti dalam perawatan gagal jantung secara komprehensif .
Pada awal terapi gagal jantung, perawatan paliatif fokus pada pendidikan bagi pasien dan keluarga tentang gagal jantung dan manajemen diri. Diuresis dan terapi berbasis bukti mrupakan tingkat pencapaian tertinggi untuk meningkatkan fungsi. Bahkan ketika peningkatan fungsi tercapai, pasien dan keluarga akan mendapatkan keuntungan dari usaha yang dapat meningkatkan dan membantu pasien dan keluarga dalam mengatasi gejala gagal jantung mereka dan dampaknya terhadap kehidupan mereka.
Transplantasi jantung atau tujuan terapi ventrikel membantu perangkat meningkatkan fungsi bagi pasien untuk jangka waktu dan membawa beban yang berbeda dari penyakit kronis. Pada akhir hidup atau ketika kelemahan fisik yang signifikan atau komorbiditas mendominasi, perawatan paliatif adalah fokus utama, tetapi beberapa terapi gagal jantung tetap penting .
Gagal jantung berbeda dari kanker di mana perawatan berpotensi kuratif dihentikan sebagai pasien mencapai tahap akhir. Komunikasi dan pengambilan keputusan antara dokter dan pasien tentang terapi dan perangkat juga harus diintegrasikan ke dalam perawatan gagal jantung komprehensif. Pendidikan dan diskusi idealnya terjadi dari waktu ke waktu terkait dengan apa nilai-nilai pasien, dan mungkin perlu menyegarkan atau revisi pada titik balik dalam pengetahuan pasien.
Dukungan Dukacita, kerugian dalam fungsi dan peran sosial akibat gagal jantung dan pada akhir hidup dalam mengantisipasi kematian, adalah area di mana pengkajian tambahan diperlukan. Demikian pula, dukungan untuk isu-isu spiritual dan eksistensial dalam Gagal Jantung akan mendapatkan keuntungan dari pengkajian yang lebih. Tenaga kesehatan harus menanyakan dan mengakui keprihatinan, dan mengidentifikasi sumber daya untuk mendukung pasien dan keluarga.
Sepanjang perawatan, menjaga kontak, bahkan oleh catatan singkat atau telepon, dihargai oleh pasien dan keluarga. Setelah kematian, catatan atau telepon panggilan dari tenaga kesehatan untuk keluarga untuk menyampaikan belasungkawa penting untuk keluarga dan sebagai tindakan akhir untuk tenaga kesehatan

B.     KONSEP DASAR KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Riwayat Kesehatan
1.      Keluhan
a.       Dada terasa berat ( seperti memakai bau ketat )
b.      Palpitasi atau berdebar – debar
c.       Paroxysmal Nocturnal Dyspnea ( PND ) atau orthopnea, sesak napas saat beraktivitas, batuk ( hemoptoe ), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah.
d.      Tidak nafsu makan, mual, dan muntah
e.       Letargi ( kelesuan ) atau fatigue ( kelelahan )
f.       Imsomnia
g.       Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h.      Jumlah urine menurun
i.        Serangan timbul mendadak / sering kambuh.
2.      Riwayat penyakit : hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes melitus bedah jantung dan disritmia
3.      Riwayat diet : intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol
4.      Riwayat pengobatan : toleransi obat, obat – obat penekan fungsi jantung, steroid umlah cairan per – IV, alergi terhadap obat  tertentu.
5.      Pola eliminasi urine : oliguria, nokturia
6.      Merokok : perokok, cara / jumlah batang per hari, jangka waktu
7.      Postur, kegelisahan, kecemasan
8.      Faktor predisposisi dan prepitasi : obesitas , asma, atau COPD yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan  mempercepat perkembangan CHF
DIAGNOSTIK
1.      HITUNG SEL DARAH LENGKAP : anemia berat / anemia gravis atau polisitemia vera
2.      Hitung sel darah putih : lekositosis ( endokarditis dan miokarditis ) atau keadaan infeksi lain
3.      Analisis gas darah ( AGD ) : menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa baik metabolik maupun respiratporik
4.      Fraksi lemak : peningkatan kadar kolestrol, trigliserida, low density lipoprotein merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
5.      Serum katekolamin : pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
6.      Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut
7.      Tes fungsi ginjal dan hati : menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hati atau ginjal
8.      Tiroid : menilai peningkatan aktivitas tiroid
9.      Echocardiogram :
Stenosis / inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertrofi ventrikel
10.  Scan jantung ; menilai underperfusion otot antung, yang menunjang penurunan kemampuan kontraksi
11.  Rontgen toraks : untuk menilai pembesaran jantung (Cardio Thoraxic Ratio / CTR ) dan edema paru
12.  Katerisasi jantung : menilai fraksi ejeksi ventrikel
13.  EKG : menilai hipertrofi atrium / ventrikel, iskemia, infark, dan distritmia.
Pemeriksaan Fisik  
1.      Evaluasi status jantung : berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI / Ikterus kordis, tekanan darah, mean arterial pressure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans, gallop’s, murmur, obstruktif Idiopatik Hypertrophic Sub – Aorti stenosis ( IHSS )
2.      Respirasi : dispnea, orthopnea, PND, suara napas tambahan ( ronkhi, rales, wheezing )
3.      Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cm H2o, hepatojugular refluks
4.      Evaluasi faktor stress ; menilai insomnia, gugup atau rasa cemas / takut yang kronis
5.      Palpasi abdomen ; hepatomegali, splenomegali, asites
6.      Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7.      Capitary refill Time (CRT ) >2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung, kogesti vena sekunder terhadap kegagalan kompensasi jantung
2.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan dalam alveoli paru sekunder terhadap status hemodinamik tidak stabil
3.      Resiko terhadap atau kelebihan volume cairan :
Edema berhubungan dengan peningkatan preloada, penurunan kontraktilitas, penurunan aliran darah ke ginjal penurunan laju filtrasi glomerulus ( peningkatan produksi ADH dan retensi air garam
4.      Perubahan pola tidur berhubungan dengan nyeri, sesak napas, dan lingkungan rumh sakit yang asing bagi klien
5.      Resiko terhadap kerusakan integritas kulit : ulkus dekubitus berhubungan dengan imobilisasi / intoleransi aktivitas, edema, dan perubahan perfusi jaringan
6.      Risiko terhadap defisit volume cairan berhubungan dengan efek terapi  diuretik yang berlebihan
7.      Perubahan konsep diri ( peran, harga diri ) berhubungn dengan perubahan kondisi fisik dan prognosis penyakit
INTERVENSI
1.      Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung, kogesti vena sekunder terhadap kegagalan kompensasi jantung
Tujuan :
Perfusi jaringn, curah jantung adekuat, dan tanda – tanda dekonpensasi kordis tidak berkembang.
Kriteria Hasil :
Subjektif : keluhan diatas ( pada data penunjang )berkurang atau hilang
Objektif  : tekanan darah normal; MAP normal; denyut nadi kuat dan frekuensi normal, kadar BUN / kreatinin normal; JVPn< 3 cm H2o; kulit hangat, keringat norml irama jantung sinus; pola napas efektif, bunyi napas normal, Bj tunggu intensitas kuat dan irama teratur
Intervensi
Rasional
1.      Atur posisi tidur yang nyaman ( flower / high fowler )
2.      Bed rest total dan mengurangi aktivitas yang merangsang timbulnya respons valsava / vagal manuver. Catat reaksi klien terhadap aktivitas yang dilakukan
1.         Posisi tersebut memfasilitasi ekspansi paru
2.        Pembatasan aktivitas dan istirahat mengurang : komsumsi oksigen miokard dan beban kerja jantung



3.      Monitor tanda – tanda vital dan denyut apikal setiap jam ( pada fase akut ) dan kemudian tiap 2 – 4 jam bila fase akut berlalu
4.      Monitor dan catat tanda – tanda distritmia, auskultasi perubahan bunyi jantung
5.      Monitor BUN / Kreatinin sesuai program terapi
6.      Observasi perubahan sensori
7.      Observasi tanda – tanda kecemasan dan upayakan memelihara lingkungan yang nyaman. Upayakan waktu istirahat dan tidur adekuat

3 – 7 Tanda dan gejala tersebut membantu diagnosa gagal jantung kiri. Distriitmia menurunkan curah jantung. BJ3 dan BJ4 Gallop’s akibat dari penurunan, pengembangan ventrikel kiri dampak dari kerusakan katup jantung. Peningkatan kadar BUN dan kreatinin  mengindikasikan penurunan suplai darah renal. Penurunan sensori terjadi akibat penurunan perfusi otak. Kecemsan meningkatkan komsumsi oksigen miokard. Istirahat dan pembatasan aktivitas mengurangi komsumsi oksigen miokard
8.      Kolaborasi tim gizi untuk memberikan diet rendah garam, rendah protein, dan rendah kalori ( bila klien obesitas ) serta cukup selulosa.

8 – 9       Diet rendah garam mengurangi retensi cairan selulosa memudahkan buang air besar dan mencegah respons valsava saat buang air besar. Oral higiene  meningkatkan nafsu makan

9.      Berikan diet sedikit – sedikit tapi sering dan lakukan oral higiene secara teratur
10.  Lakukan latihan gerak secara pasif ( bila fase akut berlalu ) dan tindakan lain untuk mencegah tromboemboli
11.  Kolaborasi tim medis untuk medis untuk terapi dan tindakan
a.       Glikosid jantung
b.      Inotropik atau digitalis dan obat vasoaktif
c.       Antiemetik dan laxatif ( sesuai indikasi )
d.      Transquilizer / sedatif bila perlu
e.       Bantuan oksigenasi ( tingkatkan aliran / konsentrasinya)  setiap klien selesai melakukan  aktivitas / makan
10 latihan gerak yang di programkan dapat mencegah tromboemboli pada vaskuler perifer
a.       meningkatkan kontraktilitas miokard
b.      menurunkan preload dan afterload, meningkatkan curah antung dan menurunkan beban kerja jantung
c.       mencegah aktivitas berlebihan saluran pencernaan yang merangsang respon valsava
d.      menurunkan kecemasan dan memberikan relaksasi
e.       meningkatkan suplay oksigen selama dan setelah terjadi peningkatan aktivitas organ

f – h pemeriksaan tersebut membantu menegakkan diagnosis dan menetukan perkembangan kondisi
f.       Cek EKG  serial
g.       Rontgen toraks ( bila ada indikasi )
h.      Kateterisasi jantung  ( flow – direct Catheter ), bila ada indikasi
i.        Pasang pacemaker ( bila ada distritmia maligna atau AV Block Total )
12. Monitor serum digitalis secara periodik, dan efek samping obat – obatan serta tanda – tanda peningkatan ketegangan jantung
13. Jangan berikan digitalis bila di dapatkan perubahan denyut nadi, bunyi jantung, atau perkembangan t oksisitas digitlis dan segera laporkan kepada tim medis

 fisik dan fungsi jantung
12 – 13 toksisitas digitalis menimbulkan rigiditas miokard, menurunkan curah jantung dan menurunkan perfusi organ



2.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan dalam alveoli  paru sekunder terhadap status hemodinamik tidak stabil
Tuuan :
Mempertahankan pertukaran gas dalam paru secara adekuat untuk meningkatkan oksigenasi jaringan
Kriteria Hasil :
Subjek : keluhan sesak napas, nyeri dada, dan batuk hilang
Objek   : Tanda – tanda sianosis hilang; bunyi napas normal; tanda – tanda kesulitan nafas hilang; nilai ABG dalam batas normal
Intervensi
Rasional
1.   Posisi tidur semi fowler dan batasi jumlah pengunjung   

1 – 2. Manifestasi ekspansi paru dan mengurangi komsumsi oksigen miokard
2.    Bed rest total dan batasi aktivitas selama periode sesak napas, bantu mengubah posisi

3.   Auskultasi suara napas dan catat adanya rales ( craclesatau rongki di basal paru wheezing
3 – 7. Terdengarnya crakles, pola napas PND atau orthopnea, sianosis, peningkatan PAWP mengindikasikan kongesti pulmonal, akibat peningkatan tekanan jantung sisi kiri.
Tanda dan gejala hipoksia mengindikasikan tidak adekuatnya perfusi jaringan akibat kongesti pulmonal dampak dari gagal jantung kiri.
Pernapasan cheyne stokes mengindikasikan kerusakan pusat napas di otak akibat penurunan perfusi otak










4.   Observasi kecepatan pernapasan dan kedalaman ( pola napas ) tiap 1 – 4 jam 

5.   Monitor tanda / gejala edema pulmonal ( sesak napas saat aktivitas ; PND / ortopnea ; batuk; takipnea; sputum; bau, jumlah, peningkatan pulmonary Artery wedge pressure )
6.   Monitor tanda dan gejala hipoksia ( perubahan nilai gas darah; takikardia; peningkatan sistolik tekanan darah; gelisah, bigung, pusing, nyeri dada, sianosis di bibir dan membran mukosa )
7.   Observasi tanda – tanda kesulitan respirasi, pernapasan Cheyne stokes. Segera laporkan tim medis


8.   Kolaborasi tim medis untuk terapi dan  tindakan
a.       Pemberian oksigenmelalui nasal kanul 4 – 6 liter / menit ( kecuali bila klien mengalami hipoksia kronis ) kemudian 2 liter / menit.
Observasi reaksi klien dan efek pemberian oksigen ( nilai kadar ABG )
b.      Diuretik an suplemen kalium
c.       Bronkodilator
d.      Sodium nitropruside
e.       Sodium bikarbonat ( bila asidosis metabolik )




8.

a.       Terapi oksigen dapat meningkatkan suplai oksigen miokardium. Terapi  oksigen yang tidak adekuat dapat mengakibatkan keracunan oksigen
b.      Diuretik menurunkan volume cairan ekstraseluler. Suplement kalium mencegah hipokalemia selama terapi dieuretik
c.       Membebaskan jalan napas, meningkatkan inhalasi oksigen
d.      Relaksasi otot polos arteri dan vena ( vasodilatasi ) menurunkan tahanan perifer
e.       Mengkoreksi asidosis metabolik
9.    Monitor efek yang di harapkan, efek samping dan toksisitas dari terapi yang di berikan. Cek kadar elektrolit. Laporkan kepada tim medis bila di temukan tanda toksisitas atau komplikasi lain

9.Efek samping obat yang membahayakan harus di kaji dan di laporkan

10.           Kolaborasi tim gizi untuk memberikan diet jantung ( rendah garam – rendah lemak )


10.diet rendah garam dapat menurunkan volume vaskular akibat retensi cairan.diet rendah lemak mmembantu menurunkan kadar kolestrol darah

3.      Risiko terhadap atau kelebihan volume cairan : edema berhubungan dengan peningkatanpreload, penurunan kontraktilitas, penurunan aliran darah ke ginjal penurunan laju filtrasi glomerulus ( peningkatan produksi ADH dan retensi air garam )
Tujuan : mencegah / mengurangi kelebihan volume cairan dan meningkatkan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :
Subjektif : keluhan berkurang / hilang
Objektif : CVP, PWP, tekanan darah, denyut nadi / jantung, berat badan dalam batas normal, edema / asites berkurang / hilang, pola napas normal, suara napas normal, hati dan limpa normal.

Intervensi
Rasional
1.    Monitor dan evaluasi CVP, PWP, denyut nadi / jantung, tekanan darah secara ketat / tiap jam ( fase akut atau 2 – 4 jkam setelah fase akut berlalu.
1 – 5 tanda pkanan hemodinamik memicu kegagalan sirkulasi akibat peningkatan volume vaskular, afterload dan preload dan preload jantung kiri
2.    Monitor bunyi jantung, murmur, palpasi ikterus kordis, lebar denyut apeks dan distritmia.
3.    Observasi tanda – tanda edema
4.    Timbang berat badan tiap hari ( bila kondisi klien memungkinkan )
5.    Observasi pembesaran hati dan limpa; catat adanya mual, muntah, distensi, dan konstipasi
6.      Batasi makanan yang menimbulkan gas dan minuman yang mengandung karbonat.
6 Penimbunan gas dalam saluran pencernaan menimbulkan ketidak-nyamanan
7.      Batasi asupan cairan dan berikan diet rendah garam
7 – 8 Mencegah retensi cairan ekstra seluler dan mempertahankan keseimbangan elektrolit
8.      Observasi input dan output cairan ( terutama / inpus ) dan produksi urine perjam atau per 24 jam

9.      Kolaborasi tim medis untuk terapi dan tindakan.
a.       Diuretik, catat produksi urin
b.      Cek kadar elektrolit serum
c.       Oksigenasi dengan tekanan rendah
d.      Thoracocentesis, paracentesis, phlebotomi, atau rotating tourniquet ( bila perlu )



9
a.       menurukan volume cairan ekstraseluler
b.      perubahan elektrolit pemicu distritmia jantung
c.       terapi oksigen akan meningkatkan supley oksigen jaringan
d.      menurunkan tekanan intratorakal, meningkatkan kontraktilitas jantung. Rotating tourniquet menurunkan aliran balik vena dan menurunkan preload ventrikel kiri.
4.      Perubahan pola tidur berhubungan dengan nyeri, sesak nafas, dan lingkungan rumah sakit yang asing bagi klien
Tujuan : memenuhi kebutuhan istirahat atau tidur klien secara adekuat kualitas maupun kuantitas
Kriteria Hasil :
Subjektif  : mengatakan mampu tidur dengan nyaman dan keluhan – keluhan hilang
Objektif : jumlah jam tidur normal, wajah klien segar, dan nyeri sesak nafas hilang
Intervensi
rasional
1.      Mengidentifikasi pola normal tidur klien sebelum masuk rumah sakit dan perubahan yang terjadi setelah masuk rumah sakit
2.      Membantu klien dalam beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit
3.      Menilai adanya faktor yang menunjang terjadinya gangguan pola tidur ( sesak nafas ), PND, sering buang air kecil, nyeri, rasa takut, cemas, merasa kesepian, kebisingan, lampu yang terlalu terang dan tindakan perawatan
4.      Memberikan tindakan untuk mengatasi faktor penyebab ( mengtur posisi yang nyaman , terapi deuretik di berikan pda pagi hari, memberikan obat anti nyeri sesuai program terapi,memberikan selimut, dan meredupkan lampu ruangan
5.      Memberikan tindakan oerawatan yang dapat menunjang istirahat / tidur klien ( masase punggung, minum susu hangat, gosok gigi, mengatur suhu ruangan, memberikan bantal yg nyaman, dan mengajak berdoa
6.      Merencanakan tindakan perawatan / medis  yang tidak mengganggu jam istirahat / tidur klien.

7.      Kolaborasi tim medis untuk pemberian transquilizer sesuai kebutuhan / indikasi.
1 – 6 perubahan pola tidur menyebabkan kecemasan yang dapat memicu nyeri dada dan meningkatkan komsumsi oksigen miokard. Keluhan fisik yang mengganggu tidur harus di kelola untuk menunjang kebutuhan istirahat dan mengurangi kebutuhan komsumsi oksigen miokard. Prosedur ritual dapat memberikan kenyamanan fisik sebelum tidur yang menunjang relaksasi



















7 obat sedatif atau transquilizer menurunkan kecemasan dan membantu tidur

5.      resiko terhadap kerusakan integritas kulit : ulkus dekubitus bewrhubungan dengan imobilisasi / intoleransi aktifitas, edema dan perubahan perfusi jaringan
tujuan : mencegah kerusakan jaringan kulit ( ulkus dekubitus ).
Kriteria Hasil :
 Subjektif       : keluhan berkurang / hilang
 Objektif          : edema hilang, kelembapan kulit normal, melakukan aktifitas sesuai kemampuan, tanda – tanda vital dalam batas normal, alaas tidur bersih dan kering, tidak terdapat tanda peradangan pada punggung tau daerah tertekan.
Intervensi
 Rasional
1.      cek perubahan warna kulit atau tanda peradangan kulit ( misal : eritema dan kepucatan ) di area tonjolan tulang ( punggung, pantat, tumit, dan area lain setiap pergantian sif. Evaluasi skala resiko ulkus dekubitus dengan skala braden setiap minggu
1. perubahaan warna kulit di area tertekan mengindikasikan iskemia jaringan setempat. Nilai skala braden membantu perencanaan tindakan ulkus dekubitus

2.      gunakan  alas tidur yang lembut
3.      lakukan perawatan kulit dan masase setiap selesai mandi
4.      ganti linenbila basah, lembab dan kotor. Ganti baju klien bila berkeringat banyak
5.      bantu mobilisasi ringan sesuai kemampuan klien dan upayakan ambulasi miring kekiri, telentang dan miring ke kanan setiap 2 jam sekali secara terjadwal
6.      lakukan perawatan dini ilkus dekubitus bila di dapatkan tanda kemerahan ( proteksi dengan balutan hidrokoloid atau trans paran film )
7.      tetapkan jadwal pengosongan kandung kemih ( mulai dengan setiap 2 jam )
2 – 4 mencegah gesekan kulit dengan permukaan eksternal. Mempertahankan kebersihan dan  kelembaban kulit
5.      mencegah penekanan lama dan iskemia jaringan di area kulit beresiko tinggi





6.      hidrokoloid atau transparan film melindungi eritema di area tertekan dari gesekan
7.      mencegah inkontinensia yang memicu kelembaban berlebihan

6.      resiko terhadap defisit volume cairan berhubungan denga efek terapi deuretik yang berlebihan
tujuan:
mencegah terjadinya defist cairan dan efek dieuretik terkontrol.
Kriteria hasil :
objektif : tanda – tanda vital, berat badan, produksi urine per jam atau 24 jam an kadar elektrolit dalam batas normal ; asupan cairan ade kuat, dosis deuretik terkontrol.
Intervensi
Rasional
1.      monitor efek pemberian dieuretik dengan seksama
2.      observasi tanda – tanda vital dan kenali tanda – tanda dehidrasi
3.      monitor kadar elektrolit ( potasium, sodium, clorida, hidrogen, kalsium, kalium )
4.      kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan suplemen potasium / kalium jika kadar kalium serum rendah
5.      kolaborasi untuk mendapatkan diet yang cukup kalium ( misal : pisang hijau )
6.      monitor intake cairan produksi urin per 24 jam
7.      segera melaporkan pada tim medis bila di dapatkan tanda – tanda dehidrasi.
1 – 7 . hipovolemia dan defisit elektrolit dapat terjadi pada pemberian deuretik jangka panjang. Hipocalemia memicu iritabilitas miokard ( distritmia ).

7.      Perubahan konsep diri ( peran , harga diri ) berhubungan dengan perubahan kondisi fisik dan prognosis penyakit
Tujuan : klien menyadari dan menerima perubahan konsep dirinya / adaptif
Kriteria Hasil :
1)      Klien mampu memperluas kesadaran tentang peran, harga diri kemampuannya
2)      Klien mampu intropeksi dan mengevaluasi peran, harga diri, dan kemampunnya
3)      Kliem mmpu merencanakan dan melaksanakan perannya sesuai dengan kemampuan dan realitas yang ada setelah sembuh dari sakit
4)      Kliem mampu menerima perubahan sikap lingkungannya ( bila ada ) t anpa stress yang berarti
5)      Ekspresi wajah klien tampak tenang
Intervensi
Rasional

1.      Berikan dukungan pada tingkah laku sedih klien secara wajar
2.      Berikan prifasi kepada klien dan keluarga atau teman dekat klien agar klien mampu mengekspresikan keluhannya dan mencari alternatif pemecahan masalah atau adabtasi
3.      Observasi tanda – tanda kecemasan / ketakutan / hawatir baik verbal maupun non verbal dan berupaya selalu berada di dekat klien bila klien membutuhkan
4.      Hindari konfrontasi dengan klien, upayakan untuk menerima perasaan denial / marah klien
5.      Cegah tingkah laku destruktif klien yang dapat membahayakan dirinya
6.      Lakukan komunikasi terapeutik ( membesarkan hati dan harapan klien ), libatkan keluarga / orang terdekat
7.      Lakukan aktifitas bertahap sesuai dengan program terapi dan kemampuan klien
8.      Melibatkan klien dengan pengambilan keputusan tentang perawatan dirinya
1 – 8. Membantu klien melalui setiap tahap berduka dan kehilangan secara wajar. Keterlibatan keluarga dapat memberikan dukungan psikologispositif bagi klien. Klien dan keluarga tetap memiliki kendali atas keputusan yang diambil dalam perawatannya

EVALUASI
Evaluasi untuk klien dengan gagal jantung dapat disesuaikan dengan masalah yang telah ditanggulangi dengan mengacu pada tujuan yang telah ditentukan.
1.      Apakah penurunan perfusi jaringan dapat diatasi?
2.      Apakah kerusakan pertukaran gas dapat diatasi?
3.      Apakah tidak menunjukkan perubahan berupa peningkatan volume cairan?
4.      Apakah perubahan pola tidur dapat teratasi?
5.      Apakah resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit tidak terjadi?
6.      Apakah resiko tinggi terhadap defisit volume cairan tidak terjadi?.
7.      Apakah gangguan harga diri teratasi?.
DAFTAR PUSTAKA

Goodlin, Sarah J, MD. 2009. Journal of the American College of cardiology : Palliative Care in Congestive Heart Failure. Salt Lake City, Utah : American College of cardiology Foundation.
Gray, Huan.H, dkk. 2003. Lecture Notes Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
Joewono, Boedi Soesetyo, dkk. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya : Airlangga University Press
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FK Universitas Indonesia
Priharjo, Robert, S.KP.M.Sc.RN. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : EGC
Rubenstein, David. 2005. Lecture Notes Kedokteran Klinis Edisi Keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga
Wahdaniah, S.Kep.Ns. 2012. Keperawatan Kardiovaskuler (Asuhan keperawatan Islami pada Klien dengan gangguan sistem Kardiovaskuler). Gowa : Alauddin University Press.

                                                          




No comments:

Post a Comment