LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERPARATIROID DAN HIPOPARATIROID
DISUSUN
Oleh:
Kelompok IV
1. MUKARRAMAH (70300112016)
2. NURRAHMAYANI (70300112023)
3. SILVIANITA AMIR (70300112030)
4. ADE IRMA SUHARDI (70300112037)
PRODI
KEPERAWATAN
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah dan
karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya..
Tidak lupa pula
penyusun ucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah yang telah memberikan
tugas, petunjuk, dan bimbingan kepada penyusun sehingga penyusun termotivasi
untuk menyelesaikan tugas ini dan juga kepada teman-teman dan semua pihak yang
telah berperan dalam penyelesaian dan penyusunan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, mungkin
ada kekurangan sehingga penyusun mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
demi penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi sumbangan
pemikiran bagi pembaca ataupun pihak yang membutuhkan dan dapat bermanfaat bagi
penyusun, pembaca dan pihak yang membutuhkan. Amin.
Samata,
Juni 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ... 1
B. Rumusan
Masalah .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Anatomi Fisiologi Kelenjar Paratiroid ........................................... 3
1.
Anatomi
....................................................................................... 3
2.
Fisiologi ....................................................................................... 4
B. Konsep Dasar Medis ......................................................................... 4
1.
Hiperparatiroid ............................................................................. 4
2.
Hipoparatiroid
.............................................................................. 15
BAB III KESIMPULAN
.............................................................................................
21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Selama sekresi hormone paratiroid (PTH), kelenjar
paratiroid bertanggung jawab mempertahankan kadar kalsium ekstraseluler.
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi
hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid
diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari
hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan
meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan
penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon
paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat.
hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005)
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi
hormon paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan
umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar
paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi
ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang
penyebab spesifik tidak dapat diketahui.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa pengertian
hiperparatiroid dan hipoparatiroid ?
2.
Apa etiologi
hiperparatiroid dan hipoparatiroid ?
3.
Bagaimana patofisiologi
hiperparatiroid dan hipoparatiroid ?
4.
Apa saja manifestasi
klinik hiperparatiroid dan hipoparatiroid ?
5.
Pemeriksaan
diagnostik apa saja
yang dilakukan pada klien hiperparatiroid dan hipoparatiroid ?
6.
Apa komplikasi
hiperparatiroid dan hipoparatiroid ?
7.
Bagaimana
penatalaksanaan hiperparatiroid dan hipoparatiroid ?
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
ANATOMI FISIOLOGI KELENJAR
PARATIROID
1. Anatomi
Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus
pharyngeus ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus
pharyngeus keempat cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang
membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus
pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang kadang
menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat
bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada
posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada
dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim
kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695)
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada
manusia, yang terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub
superior kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya. Namun, letak
masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi, jaringan
paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.
Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6
milimeter, lebar 3 milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran
makroskopik lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama
terutama mengandung sel utama (chief cell) yang mengandung apparatus Golgi yang
mencolok plus retikulum endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis dan
mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih
besar mengandung granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam
sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan
setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar
binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil
masih belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama
yang tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.
2. Fisiologi
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid
(parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin
mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar
kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan
dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium
pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya
menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan
aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis
kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004,
695)
B.
KONSEP DASAR MEDIS
1.
Hiperparatiroidisme
a.
Definisi
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon
paratiroid oleh kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan
terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi
menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme
primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki
dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70 tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme
sekunder disertai manifestasi yang sama dengan pasien gagal ginjal kronis.
Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan meningkatkan stimulasi pada kelenjar
paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon paratiroid. (Brunner & Suddath,
2001)
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang
disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida.
Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion
kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi
cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks
tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi
ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan
fosfat. hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan
tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 2).
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana
kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari
biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar
paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa
mempedulikan kadar kalsium. dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi
hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau
meningkat. (www.endocrine.com)
b.
Etiologi
1)
Kira-kira 85%
dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.
2)
Sedangkan 15%
lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau
hyperplasia). Biasanya
herediter dan frekuensinya berhubungan dengan kelainan endokrin lainny
3)
Sedikit kasus
hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma. Etiologi dari
adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus keluarga
dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia,
syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan. Familial
hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism juga
termasuk kedalam kategori ini.
4)
Beberapa ahli
bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar yang
multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 % pasien semua kelenjar
hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia.
c.
Patofisiologi
Hiperparatiroidisme
dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh hiperplasia atau neoplasma
paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya berhubungan dengan gagal
ginjal kronis.
Pada 80% kasus,
hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid jinak; 18% kasus
diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus disebabkan oleh
karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat empat kelenjar
paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu
kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal.
Pada
hiperplasia paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena diagnosa adenoma atau
hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah
untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu
kelenjar tersebut mengalami pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut
diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut
mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar dan
meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk mempertahankan
homeostasis kalsium-fosfat.
Hiperplasia
paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer, karena keempat
kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid dan
hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi format
dan hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia
yang disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat
mengakibatkan dampak yang sama.
Hiperparatiroidisme
ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama bekerja pada tulang
dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari limen tubulus
ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga
meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan
ambilan kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan
hipofosatmia kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui
analisis darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999)
Produksi hormon
paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah
osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena
peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering
terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.
Pada saat kadar
kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi kalsium secara
berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan
insidens nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan kreanini klearens
dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada
jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada
kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago
(khondrokalsinosis). Vitamin D memainkan peranan penting dalam metabolisme
kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di target organ.
d.
Manifestasi Klinik
Pasien mungkin
tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya beberapa sistem
organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah,
konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan
dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat
bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan
psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem
saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan
saraf dan otot.
Pembentukan
batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan
ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme
primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis
da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena calculi), obstruksi,
pielonefritis serta gagal ginjal.
Gejala
muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat
demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa
benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami
nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian;
nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan pemendekkan
badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroidisme merupakan
faktor risiko terjadinya fraktur.
Insidens ulkus
peptikum dan prankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan dapat
menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal. (Brunner & Suddath, 2001)
e.
Pemeriksaan Diagnostik
Hiperparatiroidisme
didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam darah
disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat menyebabkan
tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme yang
menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid. Pemeriksaan
radioimmunoassay untuk parathormon sangat sensitif dan dapat membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalasemia lainnya pada lebih
dari 90 % pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium serum.
Kenaikkan kadar
kalsium serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik karena kadar dalam serum
ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan dan perubahan pada ginjal serta
tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar-x atau
pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Penggambaran
dengan sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah
urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko batu
ginjal. Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat menyebabkan
hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi jarum halus
telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan
lokasi kista, adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid.
Tes darah
mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan penilaian yang
akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang
lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya
kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan
kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan
keadaan tulang dan resiko fraktura.
Salah satu
kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir
karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH
serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk
menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R. Taylor, 2005, 783)
Laboratorium:
1)
Kalsium
serum meninggi
2)
Fosfat
serum rendah
3)
Fosfatase
alkali meninggi
4)
Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
5)
Foto Rontgen:
a)
Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
b)
Cystic-cystic dalam tulang
c)
Trabeculae di tulang
d)
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
f.
Komplikasi
1)
Peningkatan
ekskresi kalsium dan fosfor
2)
Dehidrasi
3)
Batu ginjal
4)
Hiperkalsemia
5)
Osteoklastik
6)
Osteitis
fibrosa cystica
g.
Penatalaksanaan
Terapi yang
dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah tindakan bedah untuk
mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal. Namun demikian, pada sebagian
pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium serum ringan dan
fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau
dengan cermat akan adanya kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia,
kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau pembentukan batu ginjal (renal
calculi).
Dehidrasi
karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita hiperparatiroidisme
primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien dianjurkan
untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah terbentuknya batu
ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan karena terdapat bukti bahwa minuman
ini dapt menurunkan pH urin. Kepada pasien diuminta untuk melaporkan
manifestasi batu ginjal yang lain seperti nyeri abdomen dan hemapturia.
Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari oleh pasien
hiperparatiroidisme primer karena obat ini akan menurunkan eksresi kalsium lewat
ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum. Disamping itu, pasien
harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya resiko
krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk segera mencari
bantuan medis jika terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi (muntah, diare).
Mobilitas
pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus diupayakan
sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan melepaskan
kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.
Pemberian
fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian pasien. Penggunaan
jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan pengendapan ektopik
kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
Diet dan
obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan untuk
menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien juga
menderita ulkus peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein yang
khusus. Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan pasien harus
diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan aktivitas fisik disertai
dengan peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejal konstipasi yang
merupakan masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini.
2.
Hipoparatiroidisme
a.
Definisi
Hipoparatiroid
adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat.
Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh
kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid
atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid
(secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui. (www.endocrine.com)
b.
Etiologi
Jarang sekali
terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya terdapat pada
anak-anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari hipoparatiroidisme:
1)
Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab
utama:
a)
Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total
tiroidektomi.
b)
Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau
didapat (acquired).
2)
Hipomagnesemia.
3)
Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.
4)
Resistensi terhadap hormon paratiroid
(pseudohipoparatiroidisme)
c.
Patofisiologi
Pada hipoparatiroidisme
terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum
menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5-12,5
mgr%).
Pada yang post
operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena pengangkatan
kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk
mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid.
Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan,
tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua
berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak
anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh
darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau
terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi
tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid
bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid,
jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.
Pada
pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi
kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons
terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua
bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital
aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal
konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik
normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.
d.
Manifestasi Klinik
Hipokalsemia
menyebabkan iritablitas sistem neuromuskeler dan turut menimbulkan gejala utama
hipoparatiroidisme yang berupa tetanus.
Tetanus
merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan kontraksi
spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk
melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala
patirasa, kesemutan dan kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada
kedua belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata, tanda-tanda
mencakup bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal (fleksi sendi siku
serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia,
fotopobia, aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas,
iritabilitas, depresi dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi
dapat terjadi. (Brunner & Suddath, 2001)
e.
Pemeriksaan Diagnostik
Tetanus laten ditunjukan
oleh tanda trousseau atau tanda Chvostek yang positif. Tanda trousseau dianggap
positif apabila terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan akibat penyumabtan
aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan manset tensimeter. Tanda Chvostek
menujukkan hasil positif apabila pengetukan yang dilakukan secara tiba-tiba
didaerah nervous fasialis tepat di kelenjar parotis dan disebelah anterior
telinga menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata.
Diagnosa sering
sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti rasa nyeri dan
pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan membantu. Biasanya
hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:
1)
Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium
serum yang berkisar dari 5-6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi.
2)
Fosfat anorganik dalam serum tinggi
3)
Fosfatase alkali normal atau rendah
4)
Foto Rontgen:
a)
Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada
ganglion basalis di tengkorak
b)
Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum
dan pleksus koroid
5)
Density dari tulang bisa bertambah
6)
EKG: biasanya QT-interval lebih panjang
f.
Komplikasi
1)
Kalsium serum menurun
2)
Fosfat serum meninggi
g.
Penatalaksanaan
Tujuan adalah
untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-2,5 mmol/L) dan
menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Apabila terjadi
hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan
adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera menurunkan
iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang, preparat sedatif seperti
pentobarbital dapat dapat diberikan.
Pemberian
peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi
hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya
insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat
ini dibatasi hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon
memerlukan pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi
alergi.
Akibat adanya
iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus memerlukan
lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba, cahaya
yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis
mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami
gangguan pernafasan.
Terapi bagi
penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar kalsium serum
diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu, produk
susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis makanan ini harus
dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu dihindari karena
mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak laut. Tablet
oral garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan sebagai suplemen
dalam diet. Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan sesudah makan
untuk mengikat fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus
gastrointestinal.
Preparat
vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau
Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3)
biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus
gastrointestinal.
BAB III
KESIMPULAN
Hiperparatiroidisme
adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid,
hormon asam amino polipeptida. Salah satu penanganan pada penderita
hiperparatiroidisme yaitu dengan cara pengangkatan jaringan paratiroid, namun
terkadang jaringan yang diangkat terlalu banyak sehingga menyebabkan
hipoparatiroid. Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon
paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya
sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid
pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah
tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab
spesifik tidak dapat diketahui. Jadi kedua penyakit diatas memiliki keterkaitan
yang dapat saling mempengaruhi.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong.1998.Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Endokrin.Jakarta:EGC.
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Ed.8.Jakarta: EGC.
Kozier,
et al.1993. Fundamental of nursing. California: Addison-Wesley
Publishing Company.
No comments:
Post a Comment